Umum:
Bapak/Ibu/Saudara/i yg terkasih dalam Yesus Kristus, bulan Mei adalah Bulan Liturgi Nasional (disingkat BULINAS). Tahun 2013 ini, selama bulan Mei, setiap kali misa mingguan, 10-15 menit sebelumnya, akan diadakan katekese liturgi, khususnya tentang Tata Perayaan Ekaristi, sehingga seluruh umat dapat mengikuti perayaan Ekaristi dengan sadar, aktif dan berpartisipasi sesuai dengan fungsi dan peranannya.
Bulan Mei terdiri dari 4 minggu. Ada 4 topik yang akan dibahas, yakni: Pembukaan, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi dan Penutupan.
Khusus:
Pada minggu kedua ini, topik katekese tentang LITURGI SABDA akan membahas Bacaan-Bacaan dalam perayaan Ekaristi sampai dengan Doa Umat sebagai tanggapannya.
� Perlu dimengerti bahwa menurut Konstitusi Liturgi artikel 7, Kristus hadir dalam perayaan Ekaristi melalui 4 cara, yakni:
1. Hadir dalam diri Umat yang berkumpul (Mat 18:20: dimana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, disitulah Aku berada di antara mereka).
2. Hadir dalam diri pribadi Imam yang memimpin Misa atau perayaan sakramental (in persona Christi).
3. Hadir dalam rupa Ekaristi (roti dan anggur adalah tubuh dan darahNya).
4. Hadir dalam SabdaNya, sebab Ia sendiri bersabda ketika Kitab Suci dibacakan dalam gereja.
� Maka sikap yang tepat ketika Kitab Suci dibacakan adalah: DUDUK mendengarkan dengan khidmat. Kita bersikap seperti Maria yang duduk dengan tekun mendengarkan perkataan Yesus (Luk 10:39), bukan seperti Marta yang sibuk sendiri. Umat dianjurkan membaca Kitab Suci sebelum atau sesudah Misa, pada saat doa pribadi; sehingga pada saat Lektor/Imam membacakan Kitab Suci, kita menyimak dengan khidmat, tidak asyik membaca sendiri atau membolak-balik teks Kitab Suci.
� Pada saat Mazmur Tanggapan dinyanyikan, itu adalah ungkapan umat yang menanggapi Sabda Tuhan dalam bacaan pertama. Bait-baitnya dinyanyikan oleh solis dengan artikulasi dan ekspresi yang jelas, kemudian disambung dengan refrein yang dinyanyikan umat bersama-sama.
� Halleluia atau bait pengantar Injil adalah ungkapan kebersamaan umat yang menyiapkan diri menerima sabda Tuhan dalam Injil, yang akan dibacakan oleh Imam. Maka umat menyanyikannya sambil BERDIRI, sebagai sikap hormat yang tertinggi menyambut Kristus dalam pembacaan Injil. �Halleluia� artinya marilah kita memuji (hallelu) Allah (ya/yahwe), pada masa Adven & Puasa tidak diucapkan, karena untuk menciptakan suasana prihatin, sampai memuncak pada kemeriahan perayaan Natal atau Paskah.
� Injil (buku Evangeliarium) dibacakan secara istimewa oleh Imam/Diakon dengan menunjukkannya kepada umat. �Inilah Injil Yesus Kristus karangan...�, dijawab oleh umat �Dimuliakanlah Tuhan� dengan mantab. Kemudian umat membuat tanda salib kecil di dahi, di mulut dan di dada; sambil berdoa �SabdaMu kumasukkan ke dalam pikiranku, kuwartakan dengan mulutku, dan kuresapkan dalam hatiku�. Di akhir pembacaan Injil, imam/Diakon mengangkat Evangeliarium dan meneriakkan �Demikianlah Injil Tuhan�. Umat menjawab �Terpujilah Kristus�. Aklamasi sesudah Injil ini ada beberapa alternatif, bisa dipakai kapan saja.
� Homili adalah penjelasan ketiga bacaan yang sudah dibacakan, untuk memahami karya penyelamatan Allah yang terjadi sejak jaman perjanjian lama sampai perjanjian baru dan terpenuhi dalam diri Yesus Kristus. Homili juga dimaksudkan untuk membantu umat menghayati sabda Allah dan menemukan kaitan penyelamatan Allah yang terjadi sampai saat ini. Oleh karena itu sikap yang tepat selama Homili adalah DUDUK mendengarkan dengan khidmat dan mencoba menerapkannya dalam hidup sehari-hari. Umat tidak dibenarkan untuk mengobrol, sibuk sendiri, main game/SMS, atau bahkan tertidur. Selama homili ini diyakini bahwa Imam bertindak �in persona Christi�, di balik Imam ada Kristus sendiri.
� Sesudah merenungkan Homili, umat BERDIRI untuk mengungkapkan iman kepercayaannya kepada Allah Tritunggal dan Gereja katolik universal, dengan rumus Syahadat Singkat (Para Rasul) atau Syahadat Panjang (Nicea-Konstantinopel). Pada saat diucapkan rumusan �dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh perawan Maria�, seluruh umat MEMBUNGKUK (Sikap hormat ini sebagai tanda keyakinan iman, bahwa Yesus itu benar-benar Allah yang Kudus, yang lahir ke dunia melalui rahim bunda Maria yang tetap perawan). Khusus pada misa Hari Raya Natal, rumusan ini diucapkan sambil BERLUTUT, untuk lebih menunjukkan keyakinan iman terhadap Yesus yang lahir di malam Natal itu.
� Doa Umat dilambungkan oleh petugas dan dijawab secara aklamasi oleh seluruh umat. Sikap selama doa umat ini adalah BERDIRI, untuk menunjukkan seruan kebersamaan seluruh Umat kepada Allah Bapa, penyelenggara kehidupan dan penguasa alam semesta. Pada hari besar, Doa Umat bisa dinyanyikan dan Umat menjawabnya dengan nyanyian pula �Marilah kita mohon�, dijawab �Kabulkanlah doa kami ya Tuhan�. Bila ada rumusan jawaban yang berbeda, akan dilatihkan terlebih dulu sebelum menyebutkan doa umat. Cara menyanyikan doa Umat ini ada berbagai alternatif, terdapat dalam buku TPE-2005 hal.37-41. Paduan suara dan Umat dianjurkan melatih semuanya. Doa Umat dilanjutkan dengan doa spontan dalam hati, dan ditutup kembali oleh Imam.
Sumber:
Bahan Katekese Liturgi di Paroki St. Herkulanus Depok.
Saturday, May 25, 2013
Thursday, May 23, 2013
Dipo : Franz Magnis Matanya Dangkal dan Memprovokasi
"Jadi, kata-kata Pak Magniz itu, maaf ya, dia matanya dangkal dan cenderung memprovokasi," kata Dipo di kantor Kepresidenan, kepada wartawan di Jakarta.
Dipo Alam |
SEKRETARIS Negara Dipo Alam mengomentari protes yang disampaikan Franz Magnis atas penghargaan World Statesman Award yang bakal diterima SBY dari Appeal of Conscience Foundation (ACF).
Dipo Alam tidak setuju Presiden SBY dianggap tidak pernah membela minoritas.
"Saya tidak setuju kalau Franz Magnis bilang presiden tidak pernah ucapkan sepatah katapun tentang membela minoritas. Saya punya buktinya, baik di sidang kabinet, maupun hasil sidang kabinet, pidatonya ada. Jadi tidak mungkin kalau dibilang presiden tidak beri perhatian terhadap minoritas," kata Dipo di Istana Negara, Jakarta, Selasa (21/5/2013).
"Jadi, kata-kata Pak Magniz itu, maaf ya, dia matanya dangkal dan cenderung memprovokasi," kata Dipo di kantor Kepresidenan, kepada wartawan di Jakarta. "Melihat Indonesia seolah-olah yang hanya ada di TV dengan adanya konflik-konflik begitu."
Menurut Dipo penghargaan yang akan diberikan AFC bukan diminta pihak pemerintah Indonesia maupun SBY.
"Itu kan bukan kita yang minta. Yang jelas selama ini Presiden tidak pernah minta. Kita tidak ada minta-minta supaya ada penghargaan itu. Itu kan recogniztion mereka," ujar Dipo.
Namun, Dipo menyatakan adalah hak Frans Magnis menuliskan protesnya. Begitu pun dengan pemberi penghargaan adalah hak mereka untuk memberikan kepada siapa.
Lebih lanjut Dipo meminta agar Frans Magnis tidak membawa-bawa masalah Ahmadiyah, Syiah dan gereja Yasmin dan sebagainya dibawa-bawa untuk mewakili 250 juta penduduk negeri ini. Pun demikian, jangan hanya melihat yang ada di televisi, misalnya tindakan bakar-bakaran. Meskipun hal itu tidak dipungkiri terjadi.
"Kita negara besar dan times to times. Jadi kata-kata pak Magniz itu maaf kata ya, dia matanya dangkal, melihat Indonesia seolah-olah yang hanya ada di TV, dengan adanya konflik-konflik begitu," ujarnya.
Lebih jauh Dipo menjelaskan, masalah mayoritas dan minoritas janganlah diperdebatkan. Hal itu juga terjadi di belahan bumi lain, selain Indonesia.
"Timur di barat, semua itu ada. Di beberapa negara juga begitu. Yang penting adalah ketika presiden mengajak para gubernur dan bupati, mustinya mereka yang paling tahu, mustinya bisa mencegah, bukan kita melempar tanggung jawab,"katanya.
"Tapi sekali lagi saya enggak setuju lah itu Magniz, seolah-olah dia yang mewakili, jadi harus izin dia dulu," tambahnya.
Profesor bidang filsafat, Frans Magnis Suseno, menganggap sudah menjadi kewajiban bagi Dipo Alam selaku sekretaris kabinet untuk membela Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Adalah hak Pak Dipo Alam untuk memberikan pendapat, apalagi beliau wajib membela presiden," kata Frans kepada wartawan Kamis, 23 Mei 2013.
![]() |
Franz Magnis Suseno memprotes penghargaan SBY |
Frans Magnis melalui surat keberatannya memprotes :
Pemberian penghargaan dari lembaga yang berasal dari New York, Amerika Serikat, itu dengan dua pertimbangan.
Pertama, menurut Franz Magnis, SBY selama 8,5 tahun kepemimpinannya tidak pernah menyatakan kepada rakyat Indonesia untuk menghormati minoritas.
Kedua, SBY tidak pernah melindungi kelompok yang menjadi korban kekerasan seperti dalam kasus Ahmadiyah dan Syiah yang dicap sesat oleh kelompok aliran keras.
Menurut Frans Magnis, yang terpenting bagi Indonesia adalah mengakui terhadap identitas dan keutuhan kelompok minoritas. BIla penghargaan tetap diberikan kepada SBY, Franz Magnis menganggap hal tersebut mendiskreditkan klaim lembaga ACF yang menyebut diri, organisasi yang mempromosikan perdamaian, demokrasi, toleransi, dan dialog antarkepercayaan
Sumber : http://politik.pelitaonline.com/news/2013/05/23/dipo-franz-magnis-matanya-dangkal-dan-memprovokasi#.UZ6w2mdoHIU
Wednesday, May 22, 2013
Surat Protes Romo Franz Magnis Suseno SJ untuk ACF
![]() |
Franz Magnis-Suseno, SJ |
Pada akhir Mei 2013 ini, sebuah organisasi yang mempromosikan perdamaian, demokrasi, toleransi, dan dialog antar kepercayaan yang berbasis di New York, Amerika Serikat, Appeal of Conscience Foundation (ACF), akan memberikan penghargaan negarawan dunia 2013 atau �World Statesman Award� kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Berikut terjemahan bebas surat protes Romo Franz Magnis-Suseno SJ yang ditujukan kepada ACF.
**
**
Surat Terbuka Romo Franz Magnis Suseno SJ untuk ACF
Tuan-tuan dan Puan-puan dari Banding dari Appeal of Conscience Foundation (ACF),
Saya seorang pastor Katolik dan profesor Filsafat dari Jakarta. Kami di Indonesia mendengar bahwa Anda akan memberikan Penghargaan Negarawan Dunia tahun ini kepada Presiden kami, Susilo Bambang Yudhoyono karena jasanya dalam merawat toleransi beragama.
Tuan-tuan dan Puan-puan dari Banding dari Appeal of Conscience Foundation (ACF),
Saya seorang pastor Katolik dan profesor Filsafat dari Jakarta. Kami di Indonesia mendengar bahwa Anda akan memberikan Penghargaan Negarawan Dunia tahun ini kepada Presiden kami, Susilo Bambang Yudhoyono karena jasanya dalam merawat toleransi beragama.
Rencana itu sangat memalukan, dan mempermalukan Anda sendiri. Itu dapat mendiskreditkan klaim apapun akan Anda buat sebagai sebuah institusi berlandaskan moralitas.
Bagaimana mungkin Anda dapat mengambil keputusan seperti itu tanpa meminta masukan dari kami yang mengalaminya langsung Indonesia? Mudah-mudahan Anda tidak membuat keputusan tersebut sekadar untuk menanggapi desakan dari orang-orang yang dekat dengan Pemerintah kami ataupun rombongan di sekitar Presiden.
Apakah Anda tidak tahu tentang kesulitan umat Kristen untuk berkembang dan mendapatkan izin membuka tempat ibadah, tentang meningkatnya jumlah penutupan paksa terhadap gereja-gereja, tentang banyaknya regulasi yang membuat kaum minoritas lebih sulit beribadah kepada Tuhan, serta intoleransi tumbuh begitu pesat di tingkat akar rumput? Dan secara khusus, apakah Anda tidak pernah mendengar tentang sikap memalukan dan sangat berbahaya dari kelompok agama garis keras terhadap apa yang disebut ajaran sesat, seperti jemaah Ahmadiyah dan warga Syiah? serta pemerintah yang dipimpin oleh Susilo Bambang Yudhoyono tidak melakukan apa-apa dan enggan mengatakan sepatah kata pun untuk melindungi mereka? Ratusan orang yang hidup di bawah kepemimpinan presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah diusir dari rumah mereka, mereka masih hidup sengsara di tempat-tempat pengungsian seperti gedung olahraga, bahkan sudah ada jemaah Ahmadiyah yang dibunuh dan warga Syiah yang tewas (sehingga muncul pertanyaan apakah Indonesia akan memburuk kondisinya seperti di Pakistan dan Iran [seperti yang dikatakan Presiden GW Bush] di mana setiap bulan ratusan orang Syiah dibunuh dengan dalih agama)?
Tidakkah Anda juga tahu bahwa presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak pertama kali menjabat sampai 8 1/2 tahun kini, di istananya belum pernah satu kali pun ia mengatakan sesuatu kepada rakyat Indonesia, bahwa kaum radikal harus menghormati kaum minoritas? ia telah mempermalukan diri sendiri dengan menghindari tanggung jawab terhadap meningkatnya kekerasan yang menimpa jemaah Ahmadiyah dan warga Syiah?
Sekali lagi, siapa sih yang Anda mintai informasi sebelum membuat keputusan terkait penghargaan Anda tersebut? Apa yang menjadi motivasi Anda untuk memberikan penghargaan itu kepada Presiden terkait toleransi beragama padahal ia sangat jelas tidak memiliki keberanian sedikitpun untuk menunaikan tanggungjawabnya melindungi kaum minoritas?
Saya harus menambahkan bahwa saya bukan radikal, juga bukan �ekstrimis hak asasi manusia� (jika ada istilah seperti itu). Saya sekadar menunjukkan bahwa begitu banyak kemunafikan. Anda dipermainkan oleh mereka - yang jumlahnya masih sedikit - kaum radikal yang ingin memurnikan Indonesia dari apa saja yang mereka anggap sebagai ajaran sesat dan kafir.
Franz Magnis-Suseno SJ
Penerjemah Bebas: T. Nugroho Angkasa S.Pd
English Version :
Open Letter of Franz Magnis-Suseno to the ACF
Ladies and Gentlemen of the Appeal of Conscience Foundation (ACF),
I am a Catholic Priest and professor of philosophy in Jakarta. In Indonesia we learnt that you are going to bestow this year�s World Stateman Award to our President Susilo Bambang Yudhoyono because of his merits regarding religious tolerance.
I am a Catholic Priest and professor of philosophy in Jakarta. In Indonesia we learnt that you are going to bestow this year�s World Stateman Award to our President Susilo Bambang Yudhoyono because of his merits regarding religious tolerance.
This is a shame, a shame for you. It discredits any claim you might make as a an institution with moral intentions.
How can you take such a decision without asking concerned people in Indonesia? Hopefully you have not made this decission in response to prodding by people of our Government or of the entourage of the President.
Do you not know about the growing difficulties of Christians to get permits for opening places of prayer, about the growing number of forced closures of churches, about the growth of regulations that make worshipping for minorities more difficult, thus about growing intolerance on the grassroot level? And particularly, have you never heard about the shameful and quite dangerous attitudes of hardline religious groups towards so called deviant teachings, meaning members of the Achmadiyah and the Shia communities, and the government of Susilo Bambang Yudhoyono just doing nothing and saying nothing to protect them? Hundreds of their people have under Susilo Bambang Yudhoyono�s presidentship been driven out of their houses, they still live miserably in places like sports halls, there have allready Achmadis and Shia people been killed (so that the question arises whether Indonesia will deteriorate to conditions like Pakistan dan Iran [favor of President G. W. Bush] where every months hundreds of Shia people are being killed because of religious motivations)?
Do you not know that President Susilo Bambang Yudhoyono during his up to now 8 1/2 years in office has not a single time said something to the Indonesian people, that they should respect their minorities? That he has shamefully avoided responsibility regarding growing violence towards Achmadiyah and Shia people?
Again, whom did you ask for information before making you award choice? What could be your motivation to bestow upon this President a reward for religious tolerance who so obviously lacks any courage to do his duty protecting minorities?
I have to add that I am not a radical, not even a �human right extremist� (if such exist). I am just appaled about so much hypocrisy. You are playing in the hands of those � still few � radicals that want to purify Indonesia of all what they regard as heresies and heathen.
Franz Magnis-Suseno SJ
Source : http://meditativestate.wordpress.com/2013/05/16/open-letter-of-franz-magnis-suseno-to-the-acf/
Sunday, May 12, 2013
Katekese Liturgi Minggu Pertama Bulan Mei Dengan Topik PEMBUKAAN EKARISTI
Umum:
Bapak/Ibu/Saudara/i yg terkasih dalam Yesus Kristus, bulan Mei adalah Bulan Liturgi Nasional (disingkat BULINAS). Tahun 2013 ini, selama bulan Mei, setiap kali misa mingguan, 10-15 menit sebelumnya, akan diadakan katekese liturgi, khususnya tentang Tata Perayaan Ekaristi, sehingga seluruh umat dapat mengikuti perayaan Ekaristi dengan sadar, aktif dan berpartisipasi sesuai dengan fungsi dan peranannya.
Bulan Mei terdiri dari 4 minggu. Ada 4 topik yang akan dibahas, yakni: Pembukaan, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi dan Penutupan.
Khusus:
Pada minggu pertama ini, topik katekese tentang PEMBUKAAN akan membahas persiapan mengikuti perayaan Ekaristi sampai dengan Doa Pembukaan.
1. Perayaan Ekaristi adalah puncak hidup kita sebagai umat kristiani, dimana kita dipertemukan dengan Allah Bapa yang mahakuasa, mahatinggi, pencipta langit dan bumi, serta pemelihara alam semesta. Kita bersama dengan Yesus Kristus mempersembahkan kurban yang suci murni, demi keselamatan umat manusia. Maka persiapan yang cukup harus kita lakukan, agar kita layak mengikuti perayaan yang suci ini. Kita dianjurkan membersihkan diri, lahir dan batin, jasmani dan rohani. Kita dianjurkan untuk berpuasa (minimal sejam sebelum misa), berpantang, atau mengaku dosa sebelum Misa. Kita dianjurkan untuk mengenakan pakaian rapi, bersih, resmi, sopan, sebagaimana layaknya kita kenakan dalam perjamuan bersama, untuk menghormati siapa saja yang hadir di situ, terutama Tuhan Yesus dan Allah Bapa yang maha-agung. Kita dianjurkan mengenakan sepatu, baju ber-krah, panjang rok di bawah lutut; dan tidak dianjurkan mengenakan sandal jepit, kaos oblong, baju tanpa lengan, �you can see�, atau pakaian santai (bdk.Kel 3:2 Musa melepas sandalnya di hadapan Yahwe). Dasarnya: aspek kepantasan dan kebersamaan; berfokus pada Kristus dan tidak mempertontonkan diri.
2. Kita masuk ke dalam gedung gereja berarti memasuki rumah Tuhan yang suci. Ada �batas suci� meski tidak tertulis. Di kanan-kiri pintu ada air suci, kita bisa mengambilnya dengan tangan kanan, dan kita buat tanda salib, sebagai tanda bahwa kita memasukkan diri ke dalam persekutuan ilahi Bapa-Putera-Roh Kudus; kita masuk dalam kesucian, persis seperti waktu kita dibaptis dengan air suci. Dengan demikian kita masuki suasana surgawi, tenang, hening, damai, dan kita tinggalkan suasana duniawi yang ramai. Maka suasana di dalam gereja kita jaga tetap HENING. Alat komunikasi seperti Handphone sebaiknya di-silent-kan. Makanan & minuman sebaiknya ditinggal di luar gereja. Anak-anak sebaiknya dijaga orangtuanya supaya tidak lari-lari dan berteriak.
3. Kita menuju bangku yang kosong, dengan terlebih dulu menghormati Altar sebagai tempat yang suci, dimana Yesus mempersembahkan diriNya kepada Allah Bapa; atau menghormati Tabernakel, dimana Yesus bertahta dalam sakramen Mahakudus. Penghormatan bisa dengan MEMBUNGKUK, atau BERLUTUT dengan satu kaki menyentuh lantai. Membungkukkan badan artinya menghormat dan siap melaksanakan tugas dari Allah. Berlutut artinya menghormat dan mengakui kerendahan kita di hadapanNya. Selanjutnya di bangku kita bisa berdoa secara pribadi, atau membaca Kitab Suci, sambil menunggu dimulainya perayaan Ekaristi. Dalam posisi duduk, kita tidak mengobrol atau berisik, tidak main game/SMS yang tidak perlu, karena kita bertatap muka dengan Tuhan.
4. Perayaan Ekaristi dimulai dengan perarakan rombongan Imam memasuki gereja. Paduan suara kelompok koor dan Umat sambil BERDIRI, menyambut kehadiran Allah yang diwujudkan dengan kehadiran pribadi Imam (=in persona Christi); juga dengan kitab suci Evangeliarium yang dibawa tinggi-tinggi oleh Diakon dalam perarakan. Lagu perarakan pembukaan ini memasukkan kita ke dalam suasana surgawi (pada Hari Raya, misdinar membawa pedupaan bernyala yang menyebarkan asap ke dalam gereja).
5. Rombongan Imam sesudah menghormati Altar, bisa dengan membungkukkan badan atau berlutut satu kaki, kemudian menuju bangku atau posisi masing-masing sesuai dengan fungsinya.
6. Imam membuka perayaan dengan Tanda Salib meriah/dinyanyikan, dan Salam, serta mengantarkan thema perayaan. Umat membuat tanda salib dengan mantab: di dahi, di perut/pusar, di pundak kiri dan pundak kanan, sambil menjawab mantab �Amin�, artinya menyetujui, meyakini. Umat menyimak pengantar thema dengan penuh perhatian.
7. Agar layak mengikuti perayaan Ekaristi, Imam memimpin Umat untuk mengadakan penelitian diri, mengakukan kesalahan, bisa dengan menyanyikan lagu Tuhan Kasihanilah Kami. Sikap Umat BERLUTUT, sebagai sikap ketidakpantasan di hadapan Tuhan. Mengakui kesalahan bisa dengan menepuk-nepuk dada, sebagai ungkapan kerendahan di hadapan Allah. Kemudian Imam mengajak Umat, untuk bersama-sama melambungkan madah pujian Gloria dengan mantab. Sesudah Gloria, Imam melanjutkannya dengan Doa Pembukaan yang dijawab umat dengan �Amin�. Sesudah itu Imam dan Umat DUDUK untuk mendengarkan Sabda Tuhan dengan hormat dan khidmat. Duduk artinya siap sedia menyimak bacaan demi bacaan, sebab dalam pembacaan Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, Kristus hadir di dalamnya. Kita bertatap muka dengan Tuhan.
Sumber:
Bahan Katekese Liturgi di Paroki St. Herkulanus Depok.
Bapak/Ibu/Saudara/i yg terkasih dalam Yesus Kristus, bulan Mei adalah Bulan Liturgi Nasional (disingkat BULINAS). Tahun 2013 ini, selama bulan Mei, setiap kali misa mingguan, 10-15 menit sebelumnya, akan diadakan katekese liturgi, khususnya tentang Tata Perayaan Ekaristi, sehingga seluruh umat dapat mengikuti perayaan Ekaristi dengan sadar, aktif dan berpartisipasi sesuai dengan fungsi dan peranannya.
Bulan Mei terdiri dari 4 minggu. Ada 4 topik yang akan dibahas, yakni: Pembukaan, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi dan Penutupan.
Khusus:
Pada minggu pertama ini, topik katekese tentang PEMBUKAAN akan membahas persiapan mengikuti perayaan Ekaristi sampai dengan Doa Pembukaan.
1. Perayaan Ekaristi adalah puncak hidup kita sebagai umat kristiani, dimana kita dipertemukan dengan Allah Bapa yang mahakuasa, mahatinggi, pencipta langit dan bumi, serta pemelihara alam semesta. Kita bersama dengan Yesus Kristus mempersembahkan kurban yang suci murni, demi keselamatan umat manusia. Maka persiapan yang cukup harus kita lakukan, agar kita layak mengikuti perayaan yang suci ini. Kita dianjurkan membersihkan diri, lahir dan batin, jasmani dan rohani. Kita dianjurkan untuk berpuasa (minimal sejam sebelum misa), berpantang, atau mengaku dosa sebelum Misa. Kita dianjurkan untuk mengenakan pakaian rapi, bersih, resmi, sopan, sebagaimana layaknya kita kenakan dalam perjamuan bersama, untuk menghormati siapa saja yang hadir di situ, terutama Tuhan Yesus dan Allah Bapa yang maha-agung. Kita dianjurkan mengenakan sepatu, baju ber-krah, panjang rok di bawah lutut; dan tidak dianjurkan mengenakan sandal jepit, kaos oblong, baju tanpa lengan, �you can see�, atau pakaian santai (bdk.Kel 3:2 Musa melepas sandalnya di hadapan Yahwe). Dasarnya: aspek kepantasan dan kebersamaan; berfokus pada Kristus dan tidak mempertontonkan diri.
2. Kita masuk ke dalam gedung gereja berarti memasuki rumah Tuhan yang suci. Ada �batas suci� meski tidak tertulis. Di kanan-kiri pintu ada air suci, kita bisa mengambilnya dengan tangan kanan, dan kita buat tanda salib, sebagai tanda bahwa kita memasukkan diri ke dalam persekutuan ilahi Bapa-Putera-Roh Kudus; kita masuk dalam kesucian, persis seperti waktu kita dibaptis dengan air suci. Dengan demikian kita masuki suasana surgawi, tenang, hening, damai, dan kita tinggalkan suasana duniawi yang ramai. Maka suasana di dalam gereja kita jaga tetap HENING. Alat komunikasi seperti Handphone sebaiknya di-silent-kan. Makanan & minuman sebaiknya ditinggal di luar gereja. Anak-anak sebaiknya dijaga orangtuanya supaya tidak lari-lari dan berteriak.
3. Kita menuju bangku yang kosong, dengan terlebih dulu menghormati Altar sebagai tempat yang suci, dimana Yesus mempersembahkan diriNya kepada Allah Bapa; atau menghormati Tabernakel, dimana Yesus bertahta dalam sakramen Mahakudus. Penghormatan bisa dengan MEMBUNGKUK, atau BERLUTUT dengan satu kaki menyentuh lantai. Membungkukkan badan artinya menghormat dan siap melaksanakan tugas dari Allah. Berlutut artinya menghormat dan mengakui kerendahan kita di hadapanNya. Selanjutnya di bangku kita bisa berdoa secara pribadi, atau membaca Kitab Suci, sambil menunggu dimulainya perayaan Ekaristi. Dalam posisi duduk, kita tidak mengobrol atau berisik, tidak main game/SMS yang tidak perlu, karena kita bertatap muka dengan Tuhan.
4. Perayaan Ekaristi dimulai dengan perarakan rombongan Imam memasuki gereja. Paduan suara kelompok koor dan Umat sambil BERDIRI, menyambut kehadiran Allah yang diwujudkan dengan kehadiran pribadi Imam (=in persona Christi); juga dengan kitab suci Evangeliarium yang dibawa tinggi-tinggi oleh Diakon dalam perarakan. Lagu perarakan pembukaan ini memasukkan kita ke dalam suasana surgawi (pada Hari Raya, misdinar membawa pedupaan bernyala yang menyebarkan asap ke dalam gereja).
5. Rombongan Imam sesudah menghormati Altar, bisa dengan membungkukkan badan atau berlutut satu kaki, kemudian menuju bangku atau posisi masing-masing sesuai dengan fungsinya.
6. Imam membuka perayaan dengan Tanda Salib meriah/dinyanyikan, dan Salam, serta mengantarkan thema perayaan. Umat membuat tanda salib dengan mantab: di dahi, di perut/pusar, di pundak kiri dan pundak kanan, sambil menjawab mantab �Amin�, artinya menyetujui, meyakini. Umat menyimak pengantar thema dengan penuh perhatian.
7. Agar layak mengikuti perayaan Ekaristi, Imam memimpin Umat untuk mengadakan penelitian diri, mengakukan kesalahan, bisa dengan menyanyikan lagu Tuhan Kasihanilah Kami. Sikap Umat BERLUTUT, sebagai sikap ketidakpantasan di hadapan Tuhan. Mengakui kesalahan bisa dengan menepuk-nepuk dada, sebagai ungkapan kerendahan di hadapan Allah. Kemudian Imam mengajak Umat, untuk bersama-sama melambungkan madah pujian Gloria dengan mantab. Sesudah Gloria, Imam melanjutkannya dengan Doa Pembukaan yang dijawab umat dengan �Amin�. Sesudah itu Imam dan Umat DUDUK untuk mendengarkan Sabda Tuhan dengan hormat dan khidmat. Duduk artinya siap sedia menyimak bacaan demi bacaan, sebab dalam pembacaan Kitab Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, Kristus hadir di dalamnya. Kita bertatap muka dengan Tuhan.
Sumber:
Bahan Katekese Liturgi di Paroki St. Herkulanus Depok.