Latest News

Monday, February 28, 2011

Tuhanpun dibuat kagum olehnya


Pekerjaan iman sering dipresentasikan dengan cara cepat  MENDAPATKAN sesuatu secara supra alami dari atas, seperti upaya membuka genggaman tangan Allah dengan cara melipat tangan kita. Benarkah ?
Jika iman Kristen selalu dikaitkan dengan seni untuk menurunkan tangan Allah guna menfasilitasi KEIINGINAN manusia hanya dengan cara mengangkat tangan saja, maka kita sedang mendikte Allah untuk hanya menuruti kemauan kita saja. Ini adalah tampilan kekristenan yg tidak menggugah selera Tuhan sama sekali. Iman sejati sesunguhnya bukanlah persoalan cara efektif menerima atau meminta sesuatu kepada Tuhan. Iman sejati selalu percaya bahwa Allah selalu memberikan yg paling baik menurut otoritasNya sendiri, baik atau tidak baik menurut penilaian kita. Iman selalu tegas mengambil pilihan : Yesus adalah Tuhan, Yesus adalah tujuan, Yesus adalah prioritas utama lebih dari siapapun dan apapun, lebih dari kebutuhan, lebih dari persoalan bahkan lebih besar dari hidup kita!!
Jika iman kita tidak berorientasi pada keTuhan Yesus Kristus dan hanya berputar pada keiinginan manusia semata? selamanya iman kita tidak pernah mengejutkanNya! 
Bagaimana membuat Tuhan Yesus dapat kagum dengan iman kita?


Lukas 9 : 1-10
Iman kita seharusnya bergerak mendudukkan Kristus sebagai Tuhan, bukan hanya melalui kehidupan yang menderita tetapi juga dikala karir bersinar, reputasi hebat, harta cukup, kondisi mapan, diberkati jauh dari kekusutan hidup.



7:1Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum.
7:2Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati.
7:3Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya.
7:4Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau tolong,
7:5sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami."
7:6Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku;
7:7sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.
7:8Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."
7:9Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!"

I. Mengubah iman dari MENERIMA menuju semangat MEMBERI



Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum.
Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati.
Ketika perwira itu mendengar tentang Yesus, ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya.

Ketika Tuhan Yesus masuk ke Kapernaum, datanglah seorang perwira Romawi, memohon supaya Tuhan Yesus menyembuhkan hambanya yang lumpuh dan sangat menderita. Hal tersebut tidak lazim, sebab kedatangan perwira Romawi itu biasanya berkaitan dengan urusan politik dan kriminalitas demi stabilitas kekuasaan kolonial Romawi . Namum Perwira Romawi ini berbeda sikap dengan orang Romawi pada umumnya, ia sangat menaruh kasih  terhadap hambanya (budak: dipastikan orang Yahudi), bahkan ia rela bersusah payah mengupayakan kesembuhan hambanya.


a. Iman kepada Tuhan dinyatakan dalam memberi KASIH


Perwira Romawi ini sangat dihormati sekaligus ditakuti oleh rakyat termasuk bangsa Israel  namun demikian demi kesembuhan hambanya, ia mau datang dan memohon kepada Tuhan Yesus. Komunitasnya sebagai tentara yg mencitrakan diri sebagai orang yg tahunya perang, disiplin, melawan dengan senjata, kekerasan namun dalam kisah ini ia tampil sangat bersahaja dengan memberi penghargaan yg sangat tinggi kepada budaknya, kepercayaanNya kepada Tuhan sejajar dengan kasih yg diperbuatnya tanpa pilih kasih.


b. Iman kepada Tuhan dinyatakan dalam kerelaan BERKORBAN 


Perwiran Romawawi (Bhs.Inggris), diterjemahkan �centurion�, yang menunjuk kepada orang yang mengepalai 100 orang tentara. Tetapi kontras dengan jabatannya sebagai seorang militer karir: 
  • Ia sangat care dengan persoalan sosial, memberi perhatian sedemikian detail dengan persoalan orang lain bahkan seorang budak yg tidak pantas dihargai.
  • Ia all out memberi support pada pembangunan rumah Allah orang Yahudi, walaupun ia seorang Romawi.
Kiprahnya itu melebihi mereka yg profesional dalam pekerjaan Tuhan atau gerakan sosial. Bagaimana mungkin orang yg sudah memiliki reputasi, mapan, berpengaruh, serba cukup tetapi rela berkorban menenggelamkan diri pada persoalan budak? 
Iman selalu merefleksi dirinya dalam kerelaan berkorban untuk kepentingan yg tidak egois.


c. Iman dinyatakan dengan KEBERANIAN melakukan kebenaran


Bukan saja memberi kasih dan kerelaan berkorban yg ditampilkan, keberanian mendobrak TATAPRANATA dimensi sosial dan religius yg sudah dibakukan saat itu.  Kehadiran perwira ini menciptakan komukasi harmoni antara Yahudi dan Romawi juga antara budak dan Tuan, antara karir dan ibadah!
  • Karena orang Romawi menganggap rendah orang Yahudi, sekarang tidak ada lagi sekat antara Yahudi Romawi, 
  • Perbedaan yg jauh bagai bumi langit antara budak dan tuan juga diterabas. 
Iman kita kepada Tuhan tidaklah didemonstrasikan saat kita sedang terjepit persolaan, terhina, tak berdaya. Terbukti dengan iman sang perwira Romawi ini, memperjuangkan bukan untuk kepentingan diri dan keluarganya tetapi orang lain yg notabene seorang budak yg tidak berharga. Iman yg benar tidak akan pernah berhenti dengan kepuasan mendapatkan sesuatu dari Tuhan walaupun Tuhan adalah sumbernya. Revolusi imanakan menjawab bahwa iman sejati selalu bekerja secara enerjik tanpa pamrih menerobos benteng ke-egoisan diri yg hanya maunya : mendapatkan, menerima dan dilayani.
Aplikasi: 
Dapatkah iman hidup tanpa perbuatan? tidak mungkin!
namun inilah kenyataan yang terjadi ditengah kita: iman yg egois, yg hanya mau menerima, dilayani dan mendapatkan sesuatu saja. Ini model iman pasar, (kualitas iman yg berhenti dengan tercapainya kebutuhan saya namun tidak berdampak pada orang lain), iman yg tidak memiliki dinamika nyata untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan? iman yg statis? Iman yg hanya terkondisikan untuk mengaku percaya secara periodik disetiap ibadah tetapi tidak mau berkarya dalam kemajuan kerajaan Allah. 
Betapa miskinnya kita yg hanya percaya terhadap keselamatan kekal saja, percaya akan pemeliharaan Tuhan, percaya bahwa Tuhan adalah sumber tetapi tidak berlanjut pada lolalitas iman yang memberi apresiasi yg utuh pada keTuhanan Yesus, karena iman tersebut tidak menunjukkan prestasi yg semestinya mencitrakan hidup kita. 

II. Mengubah iman: dari merasa BERHAK menuju mental KERENDAHAN HATI



7:4Mereka datang kepada Yesus dan dengan sangat mereka meminta pertolongan-Nya, katanya: "Ia layak Engkau tolong,
7:5sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami."
7:6Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka. Ketika Ia tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: "Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku;
7:7sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu

Orang lain memberi mengacungkan dua jempol sebagai penilaian obyektif terhadap perwira Romawi yg layak untuk mendapat penghargaan dari Tuhan karena kasih dan pengorbanannya kepada bangsa Yahudi. Sebaliknya perwira ini sendiri dihadapan Tuhan menempatkan diri sebagai orang yg tidak pantas berjumpa dengan  Tuhan Yesus. dengan serius ia menyampaikan argumentasi ketidaklayakannya:
  • Menganggap diri tidak layak untuk datang kepada Tuhan Yesus
  • menganggap diri tidak layak untuk menerima kedatangan Tuhan Yesus
Walaupun ada yang menganggap bahwa ia mengutus tua-tua Yahudi karena alasan rasial bahwa sesama orang Yahudi pasti mempunyai akses lebih baik untuk melobi Tuhan Yesus,  dibandingkan dengan dirinya yang adalah non Yahudi. Realitanya adalah Perwira itu merasa dirinya tidak layak untuk datang kepada Yesus, dan ia menganggap bahwa para tua-tua Yahudi dan sahabat-saabatnya itu lebih baik dari dirinya sendiri, padahal sebetulnya mutu iman dan sikapnya jauh melebihi mereka, tetapi ia sendiri tidak menyadari hal ini. 
Manusia membuat standar kelayakannya sendiri yg boleh dipromosikan kepada Tuhan, dengan melihat nilai hubungan, peran maupun kontribusi material yg diberikan untuk pekerjaan yg mengatas namakan agama. Tetapi perwira ini sendiri mempunyai ukuran sendiri menilai dirinya, dengan menyebutnya Tuhan Yesus sebagai KURIOS berarti TUHAN
  • ia menempatkan diri sebagai hamba (budak), ia tidak lebih baik martabatnya dari budak, ia juga butuh belas kasihan seperti budaknya yg sakit, ia butuh ada pribadi yg berinisiatif turun tangan memberi pertolongan atas hidupnya.
  • Ia sedang berhadapan dengan Tuhan Yesus yang adalah subyek, tujuan, sasaran iman melebihi dari sejumlah persoalan yg sedang dibawanya.
Aplikasi:
Berbagai masalah yg kita hadapi seringkali menjadi forground (latardepan) yg menutupi kelayakan Tuhan yg seharusnya lebih penting dari persoalan bahkan hidup kita. Tetapi kenyataannya iman kita selalu didorong untuk merebut lebih dahulu simpati Allah dengan perasaan BERHAK atau perasaan LAYAK sebagai seorang anak yg seharusnya dimanja. 
Tidak ada yg salah dengan permohonan kita dengan iman kita kepada Tuhan, persoalannya adalah tuntutan kita yg selalu didorong kedepan melebihi kewajiban kita sebagai seorang HAMBA berakibat buruk dalam hubungan kita dengan Tuhan. Karena relasi yg kita bangun hanyanya simbiosis komensalisma dimana kita meminta keuntungan pribadi daripada hubungan benar yg seharusnya terjalin antara Tuhan dan hambaNya.
Dalam praktek berjemaatpun mereka yg telah merasa berjasa dalam pembangunan gereja sering meminta akses nomer satu, diberi attensi lebih besar bahkan harus dilibatkan dalam keputusan yg strategis. Kita tidak dapat menyalahkan hal ini karena gereja sendiri juga ikut mengkondisikan standar kelayakan mereka yg boleh terlibat dalam pelayanan , dipertimbangkan dari dari sisi: peran, hubungan dan kontribusi materi yg diberikan kepada gereja tanpa memasukkan unsur selektivitas karakter dan kapabilitas theologis dalam melayani Tuhan. 


III. Mengubah iman dari percaya diri menuju PENYERAHAN TOTAL



sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.
Sebab aku sendiri seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi!, maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang!, maka ia datang, ataupun kepada hambaku: Kerjakanlah ini!, maka ia mengerjakannya."
Setelah Yesus mendengar perkataan itu, Ia heran akan dia, dan sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti Dia, Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!"

"Katakan saja sepatah kata, maka hambaku akan sembuh"
Ia membandingkan struktur komando kemiliteran yg selalu menjawab dengan pernyataan "SIAP KOMANDAN" , tidak pernah ada unsur bantahan. Segala perintah harus dijawab dengan "siap" baik atau tidak baik waktunya. Apalagi struktur pemerintahan kerajaan Allah dimana Tuhan Yesus adalah Rajanya diyakini perwira ini sebagai sistem yg jauh lebih besar dan tak terbantahkan dari struktur kemiliteran yg dibangun manusia. Jadi Perkataan Tuhan walaupun sepatah kata saja nilainya akan jauh lebih dahsyat kuasanya untuk mengubahkan segala sesuatu. Inilah keyakinan perwira itu sehingga ia tidak ragu-ragu meletakkan dirinya dan menyerahkan total kepercayaannya kepada Tuhan. 
Sebagai hasilnya Alkitab mencatat perwira ini dinilai mempunyai iman yang luar biasa, iman yg mengundang decak kekaguman Tuhan dan diangggap sebagai prestasi iman diluar batas kebiasaan. Sebagai respon atas imannya, maka pada saat itu juga berkatalah Yesus: �Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya� maka pada waktu yang bersamaan Tuhan Yesus berbicara, hambanya yang berada jauh di rumah menjadi sembuh. 
Dari keseluruhan peristiwa ini bahwa proses kesembuhan bukanlah tujuan atau dominasi pembicaraan antara Tuhan Yesus dan perwira. Justru KOMUNIKASI dan RELASI yg sangat indah dari orang yg tidak masuk hitungan bangsa pilihan Allah justru bersinar-sinarnya kepercayaan, kasih, kerendahan hati bahkan ketaatannya kepada Tuhan melebihi bangsa pilihan Allah. 
Aplikasi:

Allah tidak pernah melarang kita menggunakan iman sebagai instrumen untuk meminta atau menerima dari Allah, namun pola kecenderungan kita yg mengasosiasikan iman hanya sebagai media efektif untuk mendapat berkat materi, kesembuhan, sukses atau pasangan hidup dll perlu dikoreksi. Kepercayaan kita pada Tuhan seharusnya menjadi infrastruktrur untuk membangun relasi dan komunikasi yg efektif mendudukkan Yesus sebagai Tuhan melebihi segala kebutuhan dan persolaan hidup kita. Realitanya kita sering berlebihan untuk mendapatkan berkat saja mengabaikan pentingnya relasi yg baik dengan Tuhan.
Segala apa yg dapat kita buat untuk Tuhan bukanlah daya dorong yg kita dapat diandalkan untuk merasa layak untuk mendapat apapun dari Tuhan. Sesungguhnya pujian dan penyembahan pada Allah, kerendahan hati dan ketaatan pada Firman Allah menjadi rating nomer satu melebihi daftar belanjaan kita yg sedang kita daftarkan dalam doa kepada Allah.


Sejauh kita mengaplikasikan iman hanya untuk MENDAPATKAN APA dari Tuhan bukan untuk MEMBERIKAN SESUATU bagi Tuhan, tidak ada yg menarik dengan iman kita!
iman yg biasa saja...iman rata-rata pantas jika Tuhan juga santai saja menanggapinya...........
by haris subagiyo

Friday, February 25, 2011

MISA ANAK-ANAK: Beberapa Catatan Praktis

oleh:
P.C.H. Suryanugraha,OSC


Anak-anak yang telah dibaptis seringkali terabaikan dalam kegiatan liturgis Gereja, khusus-nya dalam Misa. Tidak semua orangtua memenuhi tanggung jawabnya untuk memerhatikan pendidikan religius kristiani bagi anak-anaknya. Situasi sosial-budaya zaman sekarang kira-nya amat dapat memengaruhi pertumbuhan iman mereka. Maka, Gereja pun harus menuangkan perhatian untuk masalah penting ini. Memang upaya di bidang ini tidaklah mudah. Gereja (Takhta Suci) pernah mengeluarkan Pedoman Misa Bersama Anak-Anak (PMBA/Directorium de Missis cum Pueris, Roma, 1 Nov. 1973) sebagai salah satu bantuan untuk menyelenggarakan Misa yang melibatkan peran anak-anak. Berikut ini hanya beberapa catatan praktis banyak menimba dari buku Pedoman itu.

Mengapa anak-anak dan untuk apa?
Anak-anak seolah memiliki dunia tersendiri, yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Cara bicara, berpikir, imajinasi, dan daya tangkap mereka tidak setara dengan orang-orang dewasa. Kita tidak bisa begitu saja memaksakan bakat dan kemampuan anak untuk bisa hidup dalam alam orang dewasa. Untuk itu mereka perlu perlakuan khusus. Secara psikologis terbukti bahwa anak-anak memendam bakat religius yang luar biasa. Pengalaman religius yang mereka dapatkan pada masa kanak-kanak atau ketika duduk di bangku Sekolah Dasar akan sangat memengaruhi perkembangan mereka (PMBA 2). Misa atau Perayaan Ekaristi sewajarnya juga dapat menjadi medan bagi perkembangan hidup religius mereka. Maka, anak-anak pun sejak dini harus dibimbing untuk bisa menghayati Misa atau perayaan liturgis lainnya. Pendidikan untuk anak-anak ini bertujuan agar tingkah laku dan cara hidup anak-anak makin lama makin sesuai dengan amanat Injil (PMBA 15).

Apa yang perlu mereka timba dari Misa?
Sesuai dengan taraf pertumbuhan, anak-anak memang dibimbing untuk dapat menghayati hal-hal ilahi pada umumnya. Namun secara khusus mereka dituntun pula untuk bisa mengalami nilai-nilai manusiawi yang terdapat dalam Misa. Karena memang dalam Misa dapat ditemukan banyak nilai-nilai itu. Nilai-nilai manusiawi itu misalnya: kebersamaan, keramahan, kemampuan untuk memasang telinga, kemampuan untuk minta ampun dan memberi ampun, ungkapan rasa terima kasih, penghayatan lambang-lambang, jamuan persahabatan, perayaan pesta, dsb (PMBA 9). Nilai-nilai itu diperkenalkan supaya anak-anak secara bertahap terbuka untuk menangkap nilai-nilai kristiani dan untuk merayakan misteri Kristus sesuai dengan umur dan keadaan psikologis maupun sosial.

Perlu pendampingan?
Orangtua dari masing-masing anaklah yang paling bertanggung jawab dalam menumbuhkan dan merawat iman anak mereka. Orang dewasa lain dapat membantu orangtua untuk memberikan pendidikan liturgi kepada anak-anak. Sejak dini anak sudah diajari berdoa bersama, selain berdoa sendiri. Mereka pun boleh diajak mengikuti Misa untuk orang dewasa dalam rangka pendidikan liturgi bagi anak itu sendiri. Peran orangtua adalah mendampingi anak mengenal setiap unsur yang tampil dalam Misa. Pendampingan langsung pada waktu Misa itu kiranya dapat cukup efektif. Kesempatan lain masih perlu diwujudkan, misalnya dalam pelajaran agama di sekolah maupun paroki diberikan katekese tentang Misa. Terutama katekese menjelang anak menerima komuni pertama (PMBA 12). Di situlah orang-orang tertentu yang cakap dan terlatih dalam pendidikan religius anak berperan besar (katekis, guru agama, walibaptis, pastor, dsb).

Peran orang dewasa yang....
Berliturgi bersama anak memerlukan perhatian dan tenaga ekstra. Hal yang cukup menyita perhatian itu sudah terjadi dalam persiapannya. Di sini peran orang dewasa sangat penting. Anak-anak biasanya akan menuruti saja konsep atau gagasan yang dikatakan para pembinanya. Maka, kepercayaan alamiah semacam itu merupakan modal dasar bagi para pembina untuk sungguh-sungguh mencurahkan hati bagi terlaksananya perayaan liturgi bersama anak. Idealnya, pertama-tama mereka harus mencintai anak-anak, dekat dengan anak, cukup kreatif, jeli, sabar, lincah, syukur-syukur bisa menyanyi. Yang tak boleh ketinggalan juga adalah mereka perlu cukup memahami makna berliturgi bersama anak. Setidaknya tahu beberapa aturan prinsipial yang tak boleh diabaikan.

Kehadiran anak dalam Misa untuk orang dewasa
Kebanyakan Misa memang dikhususkan bagi orang dewasa. Biasa juga disebut Misa untuk umum. Anak-anak yang hadir dalam Misa untuk umum itu kadang kala dianggap sebagai gangguan. Ada imam yang terpaksa murka karena mendengar jerit tangis anak ketika dia sedang homili. Ada umat yang merasa terusik melihat anak-anak yang berkeliaran tanpa tujuan. Pendeknya, kehadiran mereka seolah tidak diperhitungkan sehingga mereka �beterbangan� seperti lalat atau nyamuk. Keberadaan mereka itu dirasa merecoki perayaan yang tengah berlangsung. Sekali lagi, dalam konteks pendidikan anak itu sendiri, orang dewasalah yang harus mengambil inisiatif untuk memperhatikan keberadaan anak-anak juga. Umat dewasa diharapkan memberi teladan dan kesaksian, karena dua hal ini amatlah berpengaruh bagi anak.

Perhatian, peran atau tugas khusus
Memang selalu berisiko kalau anak-anak tidak diberi tempat. Padahal mereka bisa saja diberi peran atau tugas khusus. Atau mungkin cukuplah cuma sekedar disapa oleh Imam atau petugas lainnya. Sapaan verbal yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak yang hadir mungkin bisa merupakan bentuk perhatian nyata kepada anak-anak. Sapaan verbal itu bisa disampaikan oleh imam pada saat Salam, Homili, atau bagian lain yang sesuai dengan situasi pada saat perayaan. Peran atau tugas khusus sebaiknya juga diberikan kepada anak-anak, misalnya mengidungkan mazmur tanggapan, atau nyanyian lain, membawa bahan-bahan persembahan dalam ritus persiapan persembahan, atau ritual lain yang tidak terlalu sulit jika dilakukan oleh anak-anak.

Penyesuaian mendadak
Jika semula sebuah misa dipersiapkan untuk orang dewasa, namun kenyataannya malah dihadiri lebih banyak anak-anak, maka diperkenankan juga untuk menyesuaikan seluruh Misa dengan kebutuhan anak-anak yang hadir (PMBA 19). Minimal, homilinya dapat secara khusus ditujukan kepada anak-anak itu. Namun diolah sedemikian rupa sehingga orang dewasa pun dapat memetik manfaatnya. Pada umumnya, cara penyesuaian semacam itu tentu saja tetap harus mengacu pada pedoman atau norma-norma liturgis yang berlaku. Secara khusus wewenang penyesuaian semacam itu berada di tangan uskup dioses yang bersangkutan.

Misa khusus untuk anak-anak
Pada hari Minggu anak-anak biasanya bersama orangtua/keluarganya hadir dalam Misa umat (dewasa). Namun alangkah baiknya juga ada kesempatan Misa khusus untuk anak-anak, yang boleh dihadiri beberapa orang dewasa saja. Misa khusus anak-anak itu sebaiknya pada hari biasa dalam pekan, bukan hari Minggu; dan juga bukan setiap hari (PMBA 20).

Tujuannya apa?
Misa khusus anak-anak adalah untuk membantu anak-anak agar dapat mengikuti Misa umat, khususnya yang dirayakan pada hari Minggu. Dalam Misa khusus itu anak-anak diajari atau dilatih agar nantinya terbiasa dan bisa memahami serta menghayati Misa umat. Maka, Misa khusus anak-anak dapat disusun dan diselaraskan dengan alam pikir anak-anak, namun janganlah mengadakan Misa khusus yang sama sekali baru, yang terlalu menyimpang dari Tata Perayaan Ekaristi/Misa umat.

Peran serta yang sadar dan aktif dari anak-anak
Prinsip �participatio actuosa� pun berlaku untuk Misa anak-anak. Peran serta aktif dan sadar itu bahkan amat penting dalam Misa anak-anak. Segala upaya dalam persiapan dan pelaksanaan hendaknya diarahkan untuk mempermudah dan meningkatkan partisipasi anak-anak. Semakin banyak anak-anak yang terlibat dan bertugas khusus akan makin baik perayaan itu. Apa saja yang bisa ditawarkan kepada mereka? Misalnya: [1] menyiapkan dan menghias ruang dan altar; [2] membawakan nyanyian; [3] bernyanyi dalam paduan suara atau memainkan alat musik tertentu; [4] membawakan bacaan; [5] memberi jawaban dalam homili, jika ditanya; [6] mengucapkan doa umat; [7] mengantar bahan persembahan ke altar; dsb. Ini semua peran serta yang bersifat lahiriah. Selain itu, anak-anak pun perlu diajari untuk berperan serta secara batiniah, misalnya dalam saat-saat hening. Entah setelah bacaan, homili, atau saat komuni. Dan anak-anak juga harus disadarkan bahwa partisipasi tertinggi adalah ketika mereka menerima komuni, menyambut Tubuh dan Darah Kristus sebagai santapan rohani (PMBA 22).

Peran Imam Selebran amat penting
Tidak semua Imam dianugerahi bakat atau kemampuan untuk bisa dekat dengan anak-anak, atau bahkan sekedar berbicara menarik di hadapan anak-anak. Namun, dengan segala keter-batasan dan kelebihannya, seorang Imam harus selalu berupaya untuk dapat merayakan Misa anak-anak dengan sebaik mungkin. Imam Selebranlah yang menjadi pengendali utama perayaan itu. Tentu saja, peran orang dewasa di sekitarnya amatlah membantu tugas Imam itu. Maka, meskipun perannya amat penting, Imam sebaiknya tetap harus menjalin komuni-kasi dan kerjasama yang baik dengan para petugas atau pendamping yang orang-orang dewasa itu.

Beberapa upaya Imamnya
Imam harus sungguh menyadari tugasnya. Apa yang sedang dilakukannya, dengan siapa dia melakukannya, dan bagaimana melakukannya? Misa anak-anak memang agak istimewa, Imam harus berusaha menciptakan suatu perayaan (pesta) dalam suasana persaudaraan dan kekhidmatan. Imam sendiri harus menyiapkan diri dengan lebih teliti. Cara bertindak dan bicaranya dalam perayaan akan sangat menentukan suasana Misa itu. Ada petunjuk praktis: hendaknya gerak-gerik Imam itu pantas, jelas, dan sederhana. Sapaan kepada umat yang masih anak-anak itu perlu disertai ungkapan dan gerak-gerik sehingga maksudnya mudah ditangkap. Tapi harus dihindari gaya yang kekanak-kanakan, atau cuma sekedar mengun-dang tertawaan anak-anak. Imam tetap harus tampil sebagai �bapa� yang dekat dengan anak -anak, tapi masih terasa berwibawa. Bahasa yang digunakan Imam sebaiknya juga bahasa yang sungguh menyapa dan mengena di hati anak-anak. Maka, boleh saja Imam mengguna-kan kata-katanya sendiri untuk mengantar suatu ritus, misalnya: ajakan sebelum doa tobat, doa persiapan persembahan, doa Bapa Kami, untuk salam damai, untuk menyambut komuni (PMBA 23). Ada juga beberapa doa Imam yang perlu disesuaikan dengan tingkat pemahaman anak-anak. Secara khusus dalam buku TPE (Tata Perayaan Ekaristi) kita telah disediakan tiga Doa Syukur Agung untuk Misa anak-anak (DSA VIII, IX, X).

Tempatnya di mana?
Tempat utama untuk Misa anak-anak adalah gedung gereja. Namun, biasanya gedung gereja tidak bisa secara ideal menampung kegiatan Misa anak-anak yang sebaiknya dinamis itu. Kalau bisa, itu bagus. Kalau tidak, bisa dicari tempat lain yang cocok dan pantas untuk perayaan liturgi dan memungkinkan anak-anak bergerak cukup leluasa (PMBA 25).

Kapan saatnya?
PMBA 26 menyebut: �Hendaknya dipilih waktu yang cocok dengan keadaan anak-anak, sehingga mereka sungguh terbuka untuk mendengarkan sabda Allah dan merayakan Ekaristi.� Biasanya waktu yang cukup tepat adalah saat pagi hari, tidak terlalu siang, ketika anak-anak masih segar, belum kelelahan. Atau tidak bersamaan waktunya dengan acara lain yang mungkin akan lebih menggoda mereka. Memang Misa bukanlah selalu bentuk ibadat yang paling tepat untuk anak-anak (PMBA 27). Maka, tidak perlulah memaksakan diri untuk mengadakannya jika bentuk ibadat bersama yang lain akan lebih cocok dan bermanfaat (: doa bersama, renungan, ibadat sabda).

Jumlah anak yang ikut?
Rupanya tidak bisa begitu saja kita tentukan jumlah tertentunya. Kalau cuma sedikit jumlah anaknya tentu suasana perayaan kurang bisa tercipta. Sebaliknya, kalau jumlahnya terlam-pau banyak, perhatian dan partisipasi mereka akan sangat sulit. Jumlah yang besar itu bisa dibagi dalam beberapa kelompok menurut taraf usia, penghayatan iman, atau tingkat kate-kese. Tidak perlu setiap kelompok itu merayakan Misa pada hari yang sama (PMBA 28). Jadi, untuk menentukan jumlah anak perlu mempertimbangkan: [1] bagaimana anak-anak bisa berpartisipasi dengan baik, dan [2] bagaimana menciptakan suasana perayaan sesuai dengan yang diharapkan, yang ideal untuk anak-anak.

Bagaimana menyiapkan perayaan?
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan secara khusus dalam persiapannya. Yang terutama adalah: [1] doa (imam dan umat), [2] bacaan, [3] nyanyian (PMBA 29). Ini menyangkut persiapan teks Misanya. Perlu juga menyiapkan unsur-unsur animatif lainnya, unsur-unsur yang bisa menghidupkan suasana perayaan. Misalnya, menyiapkan suatu simbolisasi atau dramatisasi, menentukan sikap tubuh dan tata gerak, bersama-sama menghias dan menata ruang untuk Misa, menyiapkan benda-benda (perabot dan peranti) liturgis yang digunakan. Beberapa unsur itu perlu juga dilatihkan agar dalam perayaannya dapat ditampilkan dengan baik dan lancar.

Musik amat penting!
Musik atau nyanyian harus diberi tempat lebih banyak karena pada umumnya anak-anak amat terbuka dan gemar akan musik (PMBA 30). Sebaiknya dipilih yang sesuai dengan cita rasa dan daya tangkap anak-anak, sesuai dengan budaya mereka, tentu juga harus selaras dengan fungsi musik liturgi yang sejati. Musik haruslah sesuai dengan fungsi setiap bagian Misa yang ditentukan untuk nyanyian atau permainan instrumental. Untuk bagian tertentu dapat juga diperdengarkan musik dari tape-recorder, compact-disc player, dsb (PMBA 32). Lewat musik anak-anak juga hendak berdoa, sekaligus belajar menghayati iman mereka. Alangkah indahnya �kalau ada� jika yang memainkan alat musik pengiringnya juga dari kalangan mereka, khususnya anak-anak yang berbakat atau mampu bermain dengan baik.

Anak-anak perlu bergerak
Anak-anak suka bertingkah, biasanya aktif bergerak. Mereka tak mudah berdiam diri. Alangkah baiknya kecenderungan itu disalurkan pula dalam rangkaian tata gerak dan sikap tubuh mereka untuk mendukung perayaan liturgi. Maka, yang memiliki tata gerak tidak hanya Imam Selebran tapi juga seluruh anak yang terlibat dalam perayaan itu (PMBA 33). Tata gerak itu perlu dilatihkan dahulu kepada mereka. Sebaiknya jenis tata geraknya jangan terlalu banyak supaya anak-anak tidak terbebani. Kalau banyak yang harus dihafalkan, mungkin berlangsungnya tata gerak dan sikap tubuh dalam perayaan bisa tidak lancar, karena anak-anak tidak bisa sungguh hafal semua.

Beberapa peluang untuk perarakan
Di samping yang berlaku untuk umat pada umumnya, masih ada beberapa tata gerak dan sikap tubuh yang khusus untuk Misa anak-anak. Jenis ritual perarakan biasanya amat terbu-ka bagi peluang untuk �mengkhususkan� itu. Jenis perarakan apa sajakah? [1] Perarakan masuk: anak-anak dapat memasuki tempat Misa bersama-sama dengan Imam agar mereka lebih mudah merasa sebagai himpunan umat yang berkumpul dan bersatu. Sebaiknya juga diiringi nyanyian yang sesuai dengan tema ritus perarakan ini. Bahkan, tarian bersama yang sederhana --semacam gerak dan lagu-- dapat pula untuk memeriahkan bagian ini. [2] Per-arakan Kitab Injil: untuk lebih menampilkan kehadiran Kristus yang akan mewartakan Sabda-Nya, anak-anak diajak memeriahkan perarakan Kitab Injil dengan tata gerak dan nyanyian. Setelah dibacakan, sementara Imam berkeliling dengan Kitab Injil, mereka ber-nyanyi dan beraksi. Bisa juga mereka diminta menyentuhkan tangan pada Kitab Injil yang dipegang Imam itu ketika sampai di depan mereka masing-masing. Atau dengan gerakan lain yang lebih bisa melukiskan kedekatan anak-anak dengan Kristus, Sang Sabda. [3] Per-arakan bahan-bahan persembahan: roti, anggur-air, dan bahan persembahan lain dapat dian-tar anak-anak dalam suatu tata gerak atau tarian, tentu baguslah jika diiringi juga dengan nyanyian. Maksudnya, supaya mereka sendiri mengungkapkan secara lebih nyata maksud dari ritus persiapan persembahan itu. [4] Perarakan komuni: untuk menyambut komuni anak-anak perlu juga diajari tata gerak yang baik. Bagaimana sikap tubuh saat berbarisnya, saat menerima komuninya, saat harus kembali ke tempat duduk masing-masing, dsb. Dengan begitu mereka dibantu untuk menghayati perjamuan Ekaristi kudus (PMBA 34).

Diajari tata gerak yang baku dan universal
Sering terlihat di beberapa paroki bahwa anak-anak diajari tata gerak yang sama, namun penjelasan maknanya berlainan satu sama lain. Mungkin para pendampingnya mengacu pada sumber yang berbeda dan kurang akurat. Sebaiknya anak-anak tetap diajari beberapa tata gerak dan sikap tubuh yang baku, yang berlaku secara universal di seluruh dunia. Pendidikan dini akan ikut menentukan dalam pembentukan pemahaman mereka akan ajaran Gereja yang benar. Jangan sampai, setelah agak besar mereka jadi bingung, atau setelah dewasa mereka terlanjur menghayati hal-hal yang kurang tepat, bahkan keliru sama sekali.

Awas, tata gerak yang kurang mendidik
Kebebasan menetapkan tata gerak untuk Misa anak sering kali kebablasan. Sampai-sampai ada orangtua yang merasa keberatan dengan beberapa tata gerak dan sikap tubuh yang diajarkan pada anaknya. Misalnya, setelah anak-anak membuat tanda salib dengan tangan kanan, diucapkanlah �muah, muah, muah� seperti orang mencium angin, kemudian sebentar menyentuhkan jemari pada mulut, membuka tangan di depan bibir yang seolah meng-hembuskan ciuman itu (kiss bye...). Apakah makna dan maksud tata gerak semacam itu selaras dengan makna dan maksud membuat tanda salib? Praktik semacam itu kiranya perlu ditinjau secara kritis. Maka, jika dianggap perlu dapatlah dibuat kaidah-kaidah khusus untuk tata gerak anak dalam Misa (PMBA 33) supaya tidak ada hal-hal yang menyimpang dari segi pedagogis umum ataupun pendidikan iman dan liturgi.

Diperlukan juga bantuan unsur-unsur visual
Kemampuan melihat dari anak-anak perlu juga diperhatikan dengan baik. Banyak unsur visual yang berperan penting dalam perayaan liturgi anak. Apa pun yang dilihat anak-anak bisa menjadi sarana pendidikan iman dan membantu penghayatan mereka akan liturgi itu sendiri. Unsur visual itu bisa tampil dalam bentuk benda khusus yang sudah lazim (altar, lilin, salib, dsb), gambar, warna simbolis, atau hiasan-hiasan lain. Unsur-unsur visual dapat menciptakan suasana perayaan yang segar, tidak kering dan membosankan (PMBA 35). Mata yang melihat keindahan dapat mengimbangi otak yang sering diperas untuk berpikir. Maka, baik juga sebelum Misa itu anak-anak dilibatkan dalam persiapan dengan membuat unsur-unsur visual sendiri. Misalnya membuat gambar yang melukiskan isi bacaan, ujud-ujud doa umat, atau menyiapkan alat peraga lain yang akan digunakan untuk membantu permenungan tema (bendera, rangkaian bunga, balon, dsb). Dalam kesempatan tertentu, misalnya homili, Imam dapat menyinggung atau menjelaskan makna unsur-unsur visual yang ada dan mengaitkannya dengan tema atau pesan Misanya.

Saat hening juga penting
Meskipun peluang bergerak diberi perhatian yang cukup banyak, sebaiknya tetap diajarkan juga arti pentingnya saat hening kepada anak-anak. Janganlah kesibukan lahir terlalu ditekankan. Anak-anak sesungguhnya juga sanggup untuk menciptakan keheningan dan berdoa dalam batin. Namun, untuk itu mereka harus dibimbing dan dibantu supaya belajar mengalami saat hening (PMBA 37). Kapan saat-saat hening itu? Misalnya setelah mereka mendengarkan bacaan dan homili untuk merenung, setelah menerima komuni untuk memuji Tuhan dan berdoa dalam hati. Teks-teks liturgis pun hendaknya dibawakan dengan perlahan, tenang dan jelas, tidak terburu-buru. Imam membawakannya begitu. Demikian juga anak-anak yang bertugas membawakan teks sebaiknya sungguh dilatih untuk membawakan dengan baik dan menarik.

Bagian-bagian Misa dapat disesuaikan
Misa untuk anak-anak dapat dibuat agak berbeda dari Misa untuk orang dewasa. Pembedaan itu diperlukan mengingat kebutuhan atau keadaan psikologis yang memang tak sama antara anak-anak dan orang dewasa (PMBA 38). Maka, ada beberapa bagian dalam Misa yang tetap harus dipertahankan dan ada pula yang bisa disesuaikan, bahkan diganti atau dihilang-kan. Pada dasarnya, jangan sampai perbedaan itu menjadi terlalu besar. Jika terlampau berbeda, maka anak-anak akan dijauhkan dari Perayaan Ekaristi yang sebenarnya, sejatinya.

Yang tak boleh diubah
Beberapa hal berikut tidak boleh diubah:
[1] Struktur umum Misa yang terdiri dari dua bagian utama yakni Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi, yang didahului oleh Ritus Pembuka dan diakhiri dengan Ritus Penutup;
[2] Rumus aklamasi dan jawaban yang diberikan umat atas salam dan doa Imam Selebran;
[3] Doa Tuhan �Bapa Kami� yang resmi;
[4] Penyebut-an Allah Tritunggal pada akhir berkat penutup;
[5] Syahadat atau pengakuan iman (PMBA 39).
Tentu saja, masih ada beberapa bagian lain yang memang sudah tidak boleh diubah menurut aturan atau tata cara baku yang lebih tinggi dari Pedoman Misa Bersama Anak (PMBA), misalnya norma-norma dalam Pedoman Umum Misale Romawi (PUMR) dan Kitab Hukum Kanonik (KHK) Gereja Katolik. Beberapa upaya kreatif memang dapat diusahakan. Namun, dalam melihat peluang kreatif tentunya harus juga mempertimbangkan kemungkinan terbaik yang bisa diraih.

Semoga tulisan ini bermanfaat. *** (Penulis adalah Dosen Liturgi di Unpar & ILSKI, Bandung; saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi Liturgi KWI)

CHS @ ILSKI
Jalan Nias 2, Bandung 40117. Telp. (022) 4207943, 4217962 (+ ext. 113)

Catatan: bahan ini dibawakan dalam acara "Lokakarya Liturgi Anak" kerjasama Komisi Liturgi KWI dan Ditjen Bimas Katolik Depag RI di Cisarua Bogor, Mei 2006.

Tuesday, February 22, 2011

Dipukul jatuh namun tidak kalah

Hidup ini bukan panggung sandiwara namun realita yg sarat dengan perjuangan tanpa henti setiap hari. Menjadi seorang pemenang sejati tidak pernah terjadi secara kebetulan atau  soal bernasib baik. Seorang juara bukanlah mereka yg tidak pernah mengalami kegagalan namun selalu memacu spiritnya dengan bekerja keras, memandang kedepan, terus berlatih dengan pantang menyerah oleh berbagai rintangan.


Dalam dunia tinju kita mengenal istilah Knocked down dan Knocked out:
Knocked down: apabila si petinju dipukul jatuh oleh lawannya namun masih sanggup bangkit lagi melanjutkan pertandingan sebelum hitungan ke sepuluh
Knocked out: apabila si petinju dipukul jatuh oleh lawannya dan tidak berdaya kembali melanjutkan petandingan setelah melewati hitungan kesepuluh sehingga ia di nyatakan kalah.


Belajar dari Yohanes Markus yg awalnya sempat terpukul kalah atau gagal dalam pengabdiannya kepada Tuhan namun episode berikutnya ia dapat tampil cemerlang dengan segudang prestasi yg dicatat dengan tinta emas oleh Alkitab.


Bagaimana caranya mengubah kegagalan yg berujungkan keberhasilan?
Kisah para rasul 15 : 35-41

Perselisihan antara Paulus dan Barnabas
15:35 Paulus dan Barnabas tinggal beberapa lama di Antiokhia. Mereka bersama-sama dengan banyak orang lain mengajar dan memberitakan   firman Tuhan.   15:36 Tetapi beberapa waktu kemudian berkatalah Paulus kepada Barnabas: "Baiklah kita kembali kepada saudara-saudara kita di setiap kota,   di mana kita telah memberitakan firman Tuhan,   untuk melihat, bagaimana keadaan mereka." 15:37 Barnabas ingin membawa juga Yohanes yang disebut Markus;   15:38 tetapi Paulus dengan tegas berkata, bahwa tidak baik membawa serta orang yang telah meninggalkan mereka   di Pamfilia dan tidak mau turut bekerja bersama-sama dengan mereka. 15:39 Hal itu menimbulkan perselisihan yang tajam  , sehingga mereka berpisah dan Barnabas membawa Markus juga sertanya berlayar ke Siprus. 15:40 Tetapi Paulus memilih Silas,   dan sesudah diserahkan oleh saudara-saudara itu kepada kasih karunia Tuhan   15:41 berangkatlah ia mengelilingi Siria dan Kilikia   sambil meneguhkan jemaat-jemaat   di situ.


Kisah ini mencatat perselisihan antara Paulus dan Barnabas mengenai seorang hamba Tuhan muda bernama Yohanes Markus (keponakan Barnabas) yg telah dianggap Paulus lari dari panggilan Tuhan.


Siapakah Yohanes Markus?
Ibu Yohanes Markus bernama Maria, kelihatannya adalah orang berada, dari golongan atas, dan Kristen; pasti rumahnya cukup besar untuk menampung agak banyak orang. Ia mempunyai lebih seorang pembantu, dan rumahnya digunakan tempat berkumpul oleh masyarakat Kristen pada zaman rasul-rasul, bahkan pada masa-masa penganiayaan (Kisah 12:12)
Kolose 4 : 10 menjelaskan bahwa Yohanes Markus adalah keponakan Barnabas, rekan sekerja Paulus. sebagai paman sekaligus tokoh Kristen utama di jemaat rasuli waktu itu, tentu Barnabas telah memberikan pengaruh positif tentang pelayanan kepada pemuda Yohanes Markus. Oleh karena itu tidak heran apabila akhirnya Yohanes Markus mengambil keputusan penting untuk bergabung dalam team pelayanan Paulus dan Barnabas dalam pekabaran Injil Paulus yg pertama.


Berubah pikiran
Kisah rasul 13 : 13 bahwa Yohanes Markus meninggalkan team pelayanan di Pamfilia, ia memutuskan untuk pulang kembali ke rumahnya, Yohanes Markus merasa bahwa di rumahnya dia merasakan aman tentram tidak susah seperti di pelayanan dengan kata lain ia gagal memenuhi panggilan pelayanannya sementara ditengah jalan. Hal ini membekas dalam diri rasul Paulus sehingga ia berselisih tajam dengan Barnabas mengenai Yohanes Markus. Barnabas yang sabar berpendapat untuk memberi kesempatan yang kedua buat Yohanes Markus, sedangkan Paulus dengan tegas mengatakan bahwa akibat kesalahannya itu Yohanes harus menanggung konsekuensinya, Paulus kurang berkenan mengajak Yohanes Markus kembali. Paulus bependapat - dalam pekerjaan Tuhan, sekali gagal ya tetap gagal, tidak ada kesempatan yg kedua bagi Markus. Dengan demikian team pelayanan terbagi dua, Paulus memilih Silas lalu pergi ke Siria sedangkan Barnabas bersama Yohanes Markus berlayar ke Siprus. KPR 15: 35-46


Reaksi Yohanes Markus
Yohanes Markus memang pernah gagal ,namun ia tidak berhenti sampai pada titik kegagalan masa lalu saja. Tidak lama berselang, ia berubah pikiran karena menyadari bahwa keputusannya pernah keliru. Sekarang ia me re-komitmen untuk kembali lagi di pelayanan bersama Barnabas. Kali ini benar-benar bertekad untuk melayani, apapun konsekuesinya


Sebagai hasilnya:
Alkitab mencatat dalam II Tim 4:9-11, �Berusahalah supaya segera datang kepadaku, karena Demas telah mencintai dunia ini dan meninggalkan aku. Ia telah berangkat ke Tesalonika. Kreskes telah pergi ke Galatia dan Titus ke Dalmatia. Hanya Lukas yang tinggal dengan aku. Jemputlah Markus dan bawalah ia kemari, karena pelayanannya penting bagiku.� Akhirnya Paulus mengakui pelayanan Yohanes Markus. Ia berhasil membuktikan komitmen dan kesungguhan hatinya. Sama sekali tidak ada tulisan yang menyatakan bahwa Yohanes Markus sakit hati atau mengabaikan pesan Paulus, walaupun saat itu Paulus sudah dalam keadaan tua dan hampir dihukum mati. 
Buah karya Markus dapat kita nikmati sekarang yaitu: injil Markus Injil yg tertua dari keempat Injil yg ada.
Rasul Petrus bahkan menyebut Markus sebagai anak rohaninya (IPetrus 5:13)

Jadi: Seorang juara bukanlah orang yg tidak pernah gagal; seorang juara adalah orang yg tak pernah berhenti mencoba.


Empat langkah mengubah kegagalan menuju kebehasilan: 


  1. Evaluasi diri dan mengakui dengan tulus semua kesalahan dan kegagan di masa lalu - pegang teguh janji Tuhan dalam   I Yohanes 1: 9
  2. Mencoba lagi kesempatan berikutnya dengan memohon belas kasihan dan penyertaan Tuhan. Dalam kekristenan tidak ada kamus"terlambat"
  3. Meningkatkan kemantapan pelayanan dengan belajar secara langsung dari rasul Petrus yg tidak asing dengan kegagalan namun diberi kesempatan kedua oleh Tuhan Yesus. Papias bapa gereja abad pertama menyatakan bahwa Yohanes Markus telah mencatat semua kata--kata Petrus mengenai Yesus yg ia ingat, kemudian dimasukkan kedalam Injil yg ia tulis - 16 Pasal singkat tentang pekerjaan Tuhan Yesus yg full action
  4. Bertekun dengan penuh semangat sampai akhir. Menurut tradisi, Yohanes Markus pergi ke Mesir dan menjadi pelopor gereja Coptic Mesir yg masih (minoritas yg sangat diperhitungkan di Mesir saat terjadi suksesi kepemimpinan) sampai sekarang. Di Mesir inilah akhirnya Markus menjadi martir ketika sekelompok orang Alexandria yg tidak menyukai pemberitaan Injil., menjerat leher Markus dan menyeretnya keliling kota tahun 68 AD.
by Haris Subagiyo

Jalan Tuhan atau kebetulan?

Jalan Tuhan tidak pernah merupakan jalan buntu, Dia dapat saja mengubah arah jalan kita. Tetapi Dia selalu menyediakan jalan terbuka bagi kita.
Suatu ketika di Decatur, Illinois (Chicago) hidup seorang anak laki-laki yg sangat tertarik pada seni photo. Dengan tekun ia menabung uang jajannya untuk dapat membeli sejilid buku, lalu memesannya. Namun penerbitnya membuat suatu kekeliruan dalam menangani pesanan tersebut. Sebagai ganti buku tentang seni photo yg telah dipesan anak itu, penerbit mengirim sebuah buku tentang "Ventriloqouism" atu seni bicara dengan perut. Anak itu sama sekali tak merasa tertarik pada buku itu, bahkan ia sama sekali tidak mengerti apa ventriloquisn itu. Ia pun tidak tahu bahwa  sebenarnya ia dapat mengirim buku itu kembali lewat pos. Ia bisa saja mengesampingkan buku itu dengan penuh kekecewaan,. Tetapi ia tidak berbuat demikian. Sebaliknya ia mulai membaca buku itu dan lambat laun ia merasa tertarik. Ia mempelajari bagaimana berbicara dengan perut dan akhirnya ia membuat sebuah boneka kayu yang ia namakan Charlie McCarthy. Dari kekecewaan Edwar Bergen, anak itu membangun suatu karir besar.(1930-1978) anak imigran Swedia Nilla Svensdotter (n�e Osberg) dan JohanHenriksson Berggren. Dia memberikan kinerja publik pertama di Waveland Avenue Congregational Church yang terletak di sudut timur laut Waveland dan Janssen. Dia  Pada tahun 1965 dia memberi kontribusi gereja dengan murah hati, surat bijaksana, dan foto dirinya yang telah diminta oleh negara dan ditampilkan di ruangan majelis gereja yang didedikasikan untuk Bergen

Bergen menjadi entertainer kondang baik di radio, TV maupun talk show berikut beberpa karya layar lebar Edwar Bergen: 
Stage Door kantin (1943) dengan Mortimer Snerd Peran Film lainnya untuk tim termasuk Look Who's Laughing (1941) dan Here We Go Again (1942), Bergen dan McCarthy yang ditampilkan dalam Fun and Fancy Free (1947)  The Muppet Movie (1979). 
Pada puncak popularitas mereka pada tahun 1938, Bergen dibuatkan secara khusus piala Oscar Kehormatan (dalam bentuk patung Oscar kayu) untuk ciptaan-Nya Charlie McCarthy. 
Dimanakah batas kebetualan dengan rencana Tuhan?
"Apakah kejadian itu kesalahan penerbit belaka atau itu merupakan pimpinan Tuhan, sehingga anak itu mendapatkan buku yg salah?"

Dalam menghadapi kekecewaan, sebelum kita menyerah dengan rasa putus asa, biarlah kita bertanya, apakah dalam kekecewaan itu Tuhan mempuyai tujuan yg indah bagi kita?


by Haris Subagiyo

Hitam Putih Kelabu


Siapa diri kita tercermin dari plihan warna hidup kita!
sebelum kita terus jauh melangkah, sejenak pikirkan manakah pilihan warna hidup kita sekarang ini? Hitam.......Putih.......atau kelabu (campuran hitam dan putih)
Menjadi orang percaya yg berkarakter atau menjadi orang yg bermuka ganda (hipokrit)?


Tuhan Yesus perlu berterus terang bahwa NILAI itu jauh lebih penting dari sekedar PENAMPILAN LUAR. Kekristenan adalah persoalan nilai bukan mode, penampilan atau taburan kata-kata indah.
ucapan syukur, pujian dan penyembahan adalah warna asli dari kekristenan . Sikap ini demikian suci, agung, megah, mulia seharusnya lebih dahulu diperankan oleh mereka yg lebih melek Alkitab dan terdidik secara khusus di pelayanan, namun gereja malah harus belajar dari kehidupan mereka yg miskin pengetahuan kebenaran bahkan terkenal berbuat dosa. 
Inilah.....realita: ironi Penyuara Kebenaran !
Totalitas atau ibadah yg semu ?
Refleksi untuk kita semua....


Lukas 7 : 36 -50

1. Memberi dengan maksud tersembunyi (ayat.44-45)


Simon orang Farisi mengundang Tuhan Yesus unuk makan dirumahnya.
Pemilik rumah dalam Matius / Markus maupun Lukas mempunyai persamaan nama yaitu �Simon�, tetapi perlu diketahui bahwa nama �Simon� adalah nama yang sudah umum (pasaran), Lebih jelasnya dalam Injil Matius dan Markus ia disebut sebagai �Simon si kusta (Mat 26:6  Mark 14:3), sedangkan dalam Lukas, ia adalah �seorang Farisi� (ay 36). Seorang Farisi yg mengudang Tuhan Yesus makan dirumahnya sungguh pengalaman yg tidak lazim, karena  orang Farisi secara umum tidak menyukai Tuhan Yesus. Lalu apa motivasi Simon mengundang Yesus? 


Dilihat dari etiket baik yg bersedia mengundang Tuhan Yesus dan dari sebutan memanggil  "guru" terhadap Yesus dalam ay 40, Tampaknya Simon, berbeda dengan komunitas orang Farisi yang lain, Ia tidak memusuhi ataupun membenci pribadi maupun ajaran Tuhan Yesus. Tetapi, Simon juga bukanlah orang yang percaya, bukanlah orang yg mengasihi dan menghormati Yesus. 
Mungkinkah ia mengundang Yesus tanpa tujuan? 
Pilihan warna mana yg ia tentukan : hitam putih atau kelabu?
Kemungkinan Simon hanya bersikap netral (menghormati tetapi tidak percaya Yesus) atau berdiri diwilayah abu-abu, namun secara normatif sikap sebenarnya dapat dinilai merendahkan martabat Yesus .
Perhatikan perlakuan Simon menurut kontek jaman itu! Menurut adat yg berlaku pada waktu itu, kepada semua tamu undangan yg dihormati harus ada tiga sikap "welcome" yg harus dilakukan oleh tuan rumah.
  • Clean Welcome: Ketika tamu datang, keluarlah seorang hamba membawa tempayan (wadah air) dan handuk untuk membersihkan kaki tamu dari debu. Maklum Timur Tengah (bukan jalan hot mix) jalan pasir dan berdebu dengan model sepatu sandal jadul yg terbuka dan bertali
  • Kiss Welcome: Ketika masuk kedalam rumah, tuan rumah mencium tamu sebagai ucapan selamat datang supaya merasa disambut dengan senang hati dan betah dirumah.
  • Fresh Welcome: Selanjutnya kepala tamu diurapi dengan minyak wangi untuk menyegarkan kelelahan selama perjalanan.
Tiga hal penting dalam tata cara penyambutan tamu ini, semuanya tidak dilakukan oleh Simon kepada Yesus. Ini artinya Simon sebenarnya tidak menempatkan Yesus sebagai orang yg dihormati dirumahnya atau sengaja melanggar kesopanan!

Penerapan:
Tentukan sendiri pilihan warna kita: hitam, putih atau kelabu?
Dalam hubungan dengan Tuhan, tidak ada posisi netral atau tidak berpihak. Dalam komunikasi dengan Tuhan tidak mungkin ada muatan motivasi yg netral, semua yg kita kerjakan pastilah dengan tujuan: semu atau sejati, mempermuliakan nama Tuhan atau sebaliknya mempermalukanNya. Orang lain mungkin saja luput atau salah untuk menilai kualitas karakter kita, namun Tuhan Yesus tahu segalanya sampai di kedalam hati kita. Apa motivasi kita melayani Dia, Ada apa dibalik pemberian kita, berangkat dari mana kebaikan kebaikan kita? Benarkah kita terpanggil untuk kebaikan manusia dan kemuliaan Tuhan?
Tidak ada yg tersembunyi, tidak ada yg tercecer dari catatanNya, semuanya terbuka dihadapanNya. Maksud baik, niat jahat atau bahkan sikap abu-abu.
Masihkah kita berani bersikap semu kepada Tuhan dihadapan manusia?

2. Memberi karena mengasihi


Sementara Simon mengundang Tuhan Yesus dengan maksud yg semu, datanglah seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ia menangis dan membasahi kaki Yesus dengan air matanya, menyekanya dengan rambutnya, menciuminya dan meminyakinya dengan minyak wangi (ay 37b-38).Seorang wanita yg  datang tanpa diundang (wanita penyusup) memberikan penghargaan yg setinggi tingginya pada Tuhan Yesus. hanya dengan satu tujuan memberi....memberi dan memberi.....tak mengharapkan pamrih....


Kita dapat saja memberi kepada siapa saja tanpa mengasihi tetapi kita tidak dapat  mengasihi tanpa memberi yg terbaik.


Siapakah perempuan ini?
Ada yang mengatakan bahwa ia adalah Maria dari Betania, yaitu saudara Marta dan Lazarus. Tetapi perlu dicamkan bahwa sekalipun Maria dari Betania pernah mengurapi Yesus dalam peristiwa yang serupa (bdk. Mat 26:6-13  Mark 14:3-9  Yoh 12:1-8), tetapi peristiwa itu berbeda atau  tidak paralel dengan peristiwa dalam Luk 7:36-50 ini!

Jadi, sebetulnya kita tidak tahu siapa perempuan ini. Yang jelas ia adalah seseorang yang terkenal sebagai seorang yang berdosa (ay 36). Dari istilah itu kebanyakan penafsir menganggap bahwa ia adalah seorang pelacur, tetapi inipun belum tentu benar, karena Kitab Suci biasanya menyebut pelacur secara terang-terangan.
Pastinya, Wanita ini sekarang telah diubahkan mentalnya oleh Tuhan Yesus. 
Statusnya sebagai orang yg terkenal berbuat dosa telah terhapus oleh harumnya aroma berbagai pemberian yg dilakukannya bagi Tuhan Yesus:

1. Memberi karena sudah diampuni dosanya
Ia terkenal sebagai seorang yang berdosa (ay 37a).namun kini ia menjadi penyembah Tuhan yg memberi hidup karena sudah diubahkan hidupnya oleh Tuhan. Jadi penyembahan harus berangkat dari perubahan karakter kita bukan aktivitas seremonal gereja.
kata yg dipakai untuk menjelaskan bagian ini ke dalam past perfect tense�who had been a sinner� (= yang dulunya adalah seorang berdosa), supaya orang tidak beranggapan bahwa pada saat itu ia masih adalah orang berdosa. Alasan yg benar kita memberi adalah karena sudah diberi yg bernilai kekal dari Tuhan bukan supaya kita diberi.

c. Memberi walaupun banyak alasan untuk tidak memberi
Perempuan itu bisa mengatasi halangan untuk datang kepada Yesus.
Rasanya pasti tidak mudah bagi perempuan itu, yang terkenal sebagai orang yang berdosa itu, untuk datang dan melakukan tindakan kasih kepada Yesus, yang saat itu dianggap sebagai nabi yang hebat. Ingat bahwa pada jaman itu batasan antara orang berdosa dan orang saleh sangat kuat (bdk. Mat 9:11  Luk 15:1-2). Pasti ada halangan bagi dia, mungkin dari orang-orang di sekitarnya, teman-temannya, atau mungkin dari bisikan setan ke dalam hati, pikirannya, yang mengatakan bahwa ia tidak layak untuk datang kepada Yesus.
Memberi karena alasan Tuhan Yesus, terlepas dari keteladanan orang lain atau apa kebutuhannya sendiri.

Pantaskah orang yg tidak diundang masuk kerumah orang yg sedang mengadakan perjamuan makan?
William Barclay menjelaskanMerupakan suatu kebiasaan bahwa pada waktu seorang Rabi sedang makan di suatu rumah, semua jenis orang datang / masuk ke rumah itu - mereka cukup bebas untuk melakukan hal itu - untuk mendengar pada mutiara-mutiara hikmat yang jatuh dari bibirnya. Itu menjelaskan kehadiran dari perempuan itu - 
Lalu apa motivasinya sehingga sedemikian kuat memilikikeberanian untuk mendatangi Tuhan Yesus? 
Pastilah desakan di dalamnya untuk menyatakan rasa terima kasih kepada Yesus begitu tidak bisa ditahan sehingga tidak ada apapun yang bisa menghentikan dia dari melakukan apa yang ingin dilakukannya


d. Memberi dengan spirit penyembahan
Perempuan itu menangis, dan membasahi kaki Yesus dengan air matanya, dan menyekanya dengan rambutnya, dan mencium kaki Yesus (ay 38a).

1.  Memberi dengan kesungguhan hati
 �Mencium�.kaki Yesus
Kata �mencium� dalam bahasa Yunaninya adalah KATEPHILEI, yang artinya �fervently / affectionately kissed� (= mencium dengan sungguh-sungguh / dengan penuh kasih sayang), atau �repeatedly kissed� (= mencium berulang-ulang).
Kata yang sama digunakan dalam Luk 15:20 (ciuman bapa kepada anak bungsu yang kembali), dan juga dalam Mat 26:49 / Mark 14:45 (ciuman Yudas Iskariot kepada Yesus!).
Ciuman mempunyai beberapa kemungkinan makna yaitu: kasih, penghormatan, permohonan, ketundukan, dan ibadah atau penyembahan.
Adam Clarke berkata bahwa: Ciuman digunakan pada jaman kuno sebagai simbol dari kasih, penghormatan agama, ketundukan, dan permohonan.

2.Memberi dengan penuh pengorbanan
�menyeka dengan rambutnya�.
Bagi orang-orang Yahudi merupakan sesuatu yang memalukan bagi seorang perempuan untuk mengurai rambutnya apalagi untuk menyeka dengan rambutnya di depan umum, tetapi perempuan ini mau melakukan pengorbanan tersebut. Maria dari Betania (saudara Marta dan Lazarus) melakukan pengorbanan yang serupa, karena kasihnya yang besar terhadap Yesus (Yoh 12:3).

3. Memberi yang paling berharga
Perempuan itu meminyaki kaki Yesus dengan menggunakan minyak wangi, yang tentu saja mahal harganya.
Perempuan-perempuan Yahudi umumnya memakai sebuah botol minyak wangi yang digantungkan pada seutas tali di sekeliling leher, dan itu merupakan sebagian dari diri mereka sedemikian rupa sehingga mereka diijinkan untuk memakainya pada hari Sabat (Shabbath 6:3)
terlihat bahwa minyak wangi itu bukan hanya mahal, tetapi juga merupakan sebagian dari diri pemiliknya. Tetapi perempuan ini tetap mau mempersembahkannya / menggunakannya untuk Yesus! Tidak ada yang terlalu bagus untuk Yesus
Memang, kalau seseorang betul-betul mengasihi Yesus, ia akan mau mempersembahkan apapun juga, seakan-akan itu adalah sesuatu yang tidak berharga


4. Memberi dengan totalitas
Akhirnya ia mengurapi kaki-kaki Yesus dengan minyak wangi itu. Biasanya ini dicurahkan pada kepala. Penggunaannya pada kaki-kaki mungkin merupakan suatu tanda kerendahan hati. Mengurusi kaki-kaki merupakan tugas yang rendah, tugas yang diberikan kepada seorang budak..

Sesuatu yang luar biasa dari perempuan ini adalah bahwa ia memberikan sesuatu yang berharga untuk Yesus, tetapi ia tidak memberikannya dengan perasaan bangga, tetapi dengan perasaan tidak layak, sehingga ia mencurahkannya ke kaki Yesus! 

Aplikasi
Perjumpaan dengan Tuhan Yesus telah mengubah segalanya dan.tanda dari perubahan hidup tampak dari apa yg diberikannya kepada Tuhan. Fokus pada sikap yg memberi, Berpusat hanya pada Tuhan Yesus, inilah Penyembahan yg radikal !
Kata Persembahan berakar dari: "worship" = sembah , pelakunya adalah penyembah.
Berbeda dengan memberi kolekte yg kata kerjanya" collect"= mengumpukan.pelakunya adalah kolektan. Semua jemaat maupun pemimpin jemaat adalah worshipers jadi apa saja yg dilakukan haruslah dalam spirit worship! 
Namun mari kita bersikap terbuka : Gereja masa kini harusnya menjadi agen yg bukan saja menyuarakan kebenaran tetapi sebagai frontliner yg memeragakan kebenaran. Namun seringkali hanya piawai mengemas aktivitas keagamaan pada tataran konsep, ujungnya jauh dari kehidupan yg sejati. 
Karena takut kehilangan pengikut yg berarti kehilangan income makanya tidak sedikit gereja yg kehilangan jati dirinya , inovasinya bergerak mengikuti selera pasar, aman dan menguntungkan. Progresivitas gereja tidak beda dengan perusahaan yg profit oriented. 
Gereja sangat bersemangat meminta orang lain bersikap all out dalam memberi , berkarya dan melayani Tuhan tetapi para pemimpin gereja yg hanya selesai memimpin ceremoni, mengajar atau kunjungan , sudah merasa banyak memberi yg terbaik untuk Tuhan. bahkan merasa layak mendapat apresiasi yg lebih baik!
Radkalisme penyembahan itu untuk saya, saudara, pemimpin gereja dan kita semua
Berhentilah menggelitik emosi jemaat dengan dasar Firman Allah yg benar tetapi dengan motivasi yg tidak benar!
Jika gereja tidak segera mengubah mentalnya sebagai lembaga yg maunya hanya menerima...menerima dan menerima berarti kita telah salah memberi warna pelayanan kita.
Bukan hidup sebagai worshiper tetapi kolektan.
Bukan hidup sebagai penatalayan tetapi sebagai pialang.
Tentukan lagi pilihan karakter pelayanan kita: HITAM PUTIH atau KELABU!!! 


by Haris Subagiyo http://membangunspiritual.bogspot.com

Recent Post