Latest News

Sunday, October 31, 2010

Tujuh Karakter Sukses yang Sejati

oleh: Pdt. Eddy Fances, D.Min.

Sebagai seorang yang telah ditebus oleh Kristus dan ditempatkan dalam dunia ini, seharusnya kita berpikir bahwa Allah memiliki tujuan yang mulia dalam kehidupan kita. Tujuan yang termulia adalah agar kita semua dapat mencerminkan "gambar dan rupa Allah" yang telah dipulihkan dalam Kristus. Dengan kata lain, kita akan berfungsi maksimal dalam hidup dan pelayanan di dunia ini sesuai dengan kehendak-Nya; yaitu mencapai "kesuksesan" menurut definisi dan ukuran Allah sendiri.



Sukses menurut definisi Allah adalah adalah sukses yang dicapai ketika di dunia ini, dengan melakukan kehendakNya, dan pada saat kematian nanti, kita disambut oleh Tuhan Allah dengan berkata: "Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Matius 25:21&23). Tidak ada kesuksesan yang melebihi pujian ini, bukan? Saya yakin tidak ada seorang pun di dunia ini yang tidak merindukan pujian langsung dari Allah yang Maha Pencipta, Maha Pengasih, Maha Baik an Maha Besar itu. Dua bagian Firman Tuhan di atas memberikan kita fondasi dalam hidup dan pelayanan yang sungguh sukses di mata Tuhan dan di mata manusia. Sungguh benar, dari pihak Tuhan, Dia menjanjikan kesuksesan yang sejati sebagai sesuatu yang dapat dicapai, nyata, dan sungguh membahagiakan. Sedangkan dari pihak kita, manusia, dituntut tanggung jawab yang baik dan setia dalam menggunakan apa yang sudah dipercayakan kepada kita. Tentunya hal ini akan berhasil jikalau kita bersandar penuh kepada Firman Tuhan, yang adalah satu-satunya standard iman, moral, dan aktivitas kita sehari-hari.

Sekali lagi saya ulangi, sukses bukan soal kekayaan, bukan soal sex, bukan soal kuasa, bukan soal kesehatan, bukan soal tercapainya sebuah cita-cita, bukan soal nomor satu, bukan soal bebas dari permasalahan. Bukan. Bukan soal sesuatu yang bersifat materi yang fana, melainkan sesuatu yang bernilai kekal; namun bisa dicapai ketika masih di dunia ini. Inilah anugerah yang besar. Dengan karunia yang Tuhan titipkan kepada kita ketika masih hidup di dunia dengan waktu yang terbatas dan fana ini, kita diberikan kesempatan untuk menghasilkan sukses yang bersifat kekal, tidak terbatas dan baka. Fondasi kesuksesan ini sesungguhnya bukan bersifat eksternal, melainkan internal. Bukan soal materi atau sesuatu lain yang lahiriah; melainkan lebih soal batiniah. Soal karakter yang internal, namun bisa dinyatakan dalam hidup dan pelayanan yang eksternal dan nyata. Selanjutnya saya akan membagikan tujuh karakter utama sukses yang sejati, yang merupakan modal utama dalam membangun sukses di dunia dan di akhirat.



1. Integritas
Sebagian orang sukses di dunia ini dikenal dengan ketidak-jujurannya. Sebagian lagi sungguh telah mengkombinasikan kesuksesan dan kejujuran. Kita harus berani jujur dan berpegang pada kebenaran dan prinsip walaupun kadangkala merasa dirugikan. Integritas sebenarnya jauh melampaui apa yang disebutkan sebagai kejujuran. Integritas adalah sebuah karakter yang di dalamnya terdapat hati yang tulus, jujur, berani membayar harga atau mengambil resiko demi mempertahankan kebenaran, kebaikan dan keadilan. Integritas juga mencakup semua aspek kehidupan secara utuh dan satu. Tidak ada karakter yang lebih penting daripada sebuah integritas karena ia merupakan modal utama untuk mencapai kesuksesan baik dalam hidup, karier, pelayanan, dan dalam membangun relasi dengan sesama manusia. Setiap orang yang sudah percaya kepada Kristus ibarat ciptaan yang baru dalam Kristus yang akan tarus dibentuknya agar mencerminkan karakter Tuhan sendiri. Dengan demikian dunia akan melihat refleksi Kristus dalam diri orang percaya. Rasul Paulus menuliskan Firman Tuhan, "Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang." (2Kor. 5:17).

Tahukah Saudara bahwa piano yang paling baik dan mahal harganya adalah piano Steinway? Keberhasilan piano ini duduk pada tingkat paling atas karena pembuatannya yang unik dan khusus. Lebih kurang 143 tahun yang lalu Henry Steinway menyewa 200 orang seniman dan para ahli di bidang perkayuan untuk dikombinasikan dalam pembuatan piano Steinway yang pertama. Mereka berhasil membuat bagian-bagian dari piano itu yanag terdiri dari 12.000 potongan. Bagian yang paling penting dan sulit adalah proses pembuatan bagian yang melengkung dengan menyatukan 18 lapisan kayu 'maple' yang panjangnya kira-kira 7 meter; lalu ditekan dengan tekanan tinggi dan dilengkungkan dengan mesin yang khusus dalam suhu tertentu. Proses ini menghasilkan bentuk dari sebuah "grand piano" yang diisi dengan tali senar piano yang panjangnya bervariasi. Selanjutnya harus digosok dan dipernis dengan kualitas yang terbaik sebanyak lima lapisan yang kesemuanya dikerjakan dengan tangan, agar bisa menghasilkan piano yang berkilauan penampilannya. Setelah itu dimasukkan dalam Ruangan Pemukul di mana 88 kunci piano dikerjakan secara teliti dan diuji sampai 10.000 kali untuk kemudian dipasang dengan sangat hati-hati sehingga hasil akhirnya sungguh-sungguh halus dan sempurna tanpa cacat.

Ibarat piano Stenway yang terkenal dan mahal harganya karena 'integritasnya' yang tinggi, demikian pulalah orang yang sukses di dunia dan di akhirat memiliki intergritas yang tinggi, yang mencerminkan kehidupan dan pelayanan Kristus di dunia ini. Janganlah Anda pernah 'menjual' integritas Anda dengan harta kekayaan walalupun jumlahnya sebesar bola dunia. Ibarat Yudas Iskariot yang menjual Tuhan Yesus dengan 30 keping perak dan akhirnya gagal dan mati bunuh diri, demikianlah orang yang tidak berintegritas suatu saat akan terjatuh dan gagal total.


2. Disiplin
Kesuksesan sebuah negara tidak tergantung dari berapa banyak sumber alamnya. Lihatlah Jepang yang penuh dengan tanah bergunung batu dengan sumber alam yang amat minim. Namun ia menjadi negara yang sangat sukses dalam teknologi, ekonomi, dan industri, bahkan dalam pertanian modern. Kesuksesan sebuah negara tidak tergantung dari usianya. Lihatlah Australia, Canada, dan Amerika yang usianya jauh lebih muda dari India dan Mesir. Namun negara tersebut jauh lebih maju dan sukses dibandingkan dengan India dan Mesir. Kesuksesan sebuah negara tidak tergantung dari luas wilayahnya. Lihatlah misalnya Singapura dan Swiss yang sempit, namun banyak orang kaya yang menyimpan tabungan mereka di negara tersebut. Bagaimana dengan Indonesia? Kita memiliki wilayah yang luas dan sumber alam yang berlimpah, namun dapatkah Indonesia digolongkan sebagai negara sukses? Mengapa negara-negara yang kita sebutkan diatas bisa disebut sukses? Apa rahasianya? Kata kuncinya adalah disiplin. Ya. Disiplin dalam banyak hal � penggunaan waktu, energi, hukum, pendidikan, dan berbagai aspek lainnya.

Untuk sukses kita harus bekerja lebih rajin dan lebih keras. Jikalau kita bangun lebih pagi satu jam dari biasanya setiap pagi, kita akan memiliki 365 jam setahun lebih daripada orang lain untuk mengerjakan pekerjaan yang lebih baik, efektif, kreatif, dan produktif. Untuk berdisiplin seseorang perlu membayar harga dengan "memaksa diri" terlebih dahulu hingga akhirnya menemukan bahwa disiplin itu adalah sebuah harta yang perlu dikejar dan dijalankan dengan baik dan teratur daripada sesuatu yang ditunggu-tunggu. Tentunya sekali lagi, harus ada keseimbangan yang baik dan bijaksana. Bukan asal kerja keras, ngotot, dan memaksa diri yang mengakibatkan dampak-dampak yang negatif. Sebenarnya hidup disiplin itu tidak harus hanya dalam bekerja dan berproduksi. Dalam hal-hal lain yang membuat rileks pun, disiplin tidak kalah pentingnya. Misalnya: waktu untuk keluarga, olah raga, piknik, dan lain sebagainya. Orang yang menjaga disiplin secara seimbang dalam semua aspek hidup ini akan mendapatkan kesukesan secara seimbang pula.

Saya mendengar kesaksian tentang Johan (bukan nama sebenarnya), seorang pemuda Kristen yang setia beribadah, hidup bahagia dengan istri dan anak-anaknya, dan setia melayani Tuhan dalam Komisi Sekolah Minggu Anak-Anak. Suatu hari ia ditawari pekerjaan baru dengan gaji dua kali lipat plus bonus mobil baru dan rumah dinas. Tanpa berpikir panjang Johan menerima tawaran pekerjaan baru itu dengan syarat bersedia msuk kantor jam berapa saja dan kerja lembur jika diminta oleh boss. Bulan pertama dijalani dengan baik dan normal. Bulan kedua bertambah sibuk karena jam kerja yang panjang plus sering lembur pada akhir pekan. Berulang kali janji yang sudah dibuat untuk acara keluarga dibatalkan. Istri dan anak-anak mulai merasakan kekecewaan. Bulan-bulan ternyata bertambah buruk karena hari Minggu juga sering dipakai untuk kerja lembur. Akibatnya ibadah Johan dan pelayanannya terganggu sama sekali. Mau tidak mau ia harus absen dari ibadah dan membatalkan pelayanan demi pekerjaan yang memang menghasilkan uang yang lebih banyak.

Apakah Johan dan keluarganya lebih bahagia dengan uang dan fasilitas yang lebih limpah? Tidak. 100% tidak. Istrinya sering merasakan kesepian karena Johan jarang sering pulang malam dan ke luar kota. Anak-anak merasa kehilangan tokoh ayah yang bisa diajak berkomunikasi, tempat meminta nasihat, bermain bersama, bersenda gurau, dan belajar bertumbuh dalam banyak hal. Johan sendiri merasakan kelelahan fisik karena volume kerja yang tidak normal dan kurang istirahat. Jiwanya terasa kering karena tidak ada waktu berdoa, membaca Firman, beribadah, bersekutu dan melayani. Hidupnya sesungguhnya hanya untuk bekerja dan bekerja dan bekerja tanpa mendapatkan kepuasan dalam aspek-aspek lainnya.

Akhirnya Johan sadar bahwa dirinya telah menjadi budak pekerjaan dan budak uang. Hidupnya telah dikontrol oleh uang yang telah menutup mata hati dan pikirannya sehingga ia kehilangan banyak berkat Tuhan dan kebahagiaan yang tidak mungkin dibeli dengan uang. Dengan hikmat dan kekuatan dari Tuhan Johan berani mengambil keputusan untuk meninggalkan pekerjaan yang telah membuatnya "keluar dari jalur" sesuai dengan Firman Tuhan. Kini Johan dan keluarganya kembali menikmati hidup yang bahagia dan penuh berkat dalam segala aspek yang ada. Tuhan telah menyadarkannya hingga ia kembali ke jalur yang benar, yaitu jalur Tuhan.

Sekali lagi, disiplin yang menbuat seseorang lebih rajin dan lebih bekerja keras tentunya tidak sama dengan keserakahan yang tidak pernah puas dengan apa yang dikaruniakan Tuhan. Keserakahan dapat membuat orang lupa diri, disilpin menyadarakan seseorang akan keterbatasan dirinya. Keserakahan membuat orang tidak tahu bersyukur, disiplin membuat seseorang senantiasa rendah hati dan beryukur atas karunia Tuhan. Alkitab memberikan peringatan secara serius, "Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka." (Ibr. 13:5a; 1Tim. 6:10). Orang yang sukses adalah orang yang memiliki disiplin dalam kerangka dan pagar kebenaran Firman Tuhan.


3. Cinta Kasih
Cinta kasih adalah karakter selanjtunya yang harus dimiliki seseorang yang nginhidupnya sukses di dunia dan akhirat. Cinta kasih ini bukan sembarang cinta kasih, namun cinta yang diterimanya dari Kristus yang sudah rela mati baginya diatas kayu salib di Golgota. Kasih yang rela berkorban, kasih yang tidak mementingkan diri, kasih yang membayar 'harga mahal', kasih yang ilahi, kasih yang tak bersyarat. Rasul Paulus menuliskan karakter kasih ini dalam suratnya kepada jemaat Korintus yang sedang berselisih dan bertengkar. Dia ingin mereka mengajar karakter ini sebagai 'alat' yang memulihkan luka-luka perselisihan dan membangun kembali hidup yang sukses dan berkenan kepada Allah. Dia sebutkan bahwa kasih itu, "sabar, kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan." (1Kor. 13:4-8a).

Cinta kasih yang sedemikian dapat menjadi alat yang memberikan kestabilan emosi kepada seseorang. Dengan demikian dia akan terhindar dari sifat keserakahan, pemarah, keras kepala, otoriter, dan kasar. Untuk mendapatkan cinta kasih ini, sekali lagi diulangi, seseorang harus terlebih dahulu mengalami cinta kasih Kristus dari Kalvari. Kasih Kristus itulah yang memotivasi, dan memacu emosinya untuk berbelas kasih dan berbuat kasih yang nyata kepada orang lain. Dengan senantiasa mengingat kasih Kristus yang dinyatakan-Nya di atas kayu salib, hati kita akan diluluhkan dan dibentuk agar menyerupai Kristus. Jikalau kita membangun relasi kita dengan orang lain dengan cinta kasih dari Kristus, pastilah kehadiran kita senantiasa menjadi berkat yang membangun semangat orang lain, dan mendorong orang lain untuk hidup dengan saling mengasihi. Hasilnya, kebencian, dendam, iri hati, marah, dan hati yang egois akan lenyap dan digantikan dengan sukacita, damai, dan kebahagiaan. Dengan demikian kesuksesan yang sejati akan tercapai dengan nyata pula.

Sekelompok anak muda yang menamakan diri "Ketupat Agape" (Kelompok Tukar Pendapat Agape) berkumpul bersama di senuah kolam renang sambil makan-makan dan berdiskusi. Topik diskusi sesuai dengan nama kelompoknya yaitu tentang "agape" (kasih ilahi). Si A memulai percakapan dengan menanyakan apa itu definisi kasih ilahi. Si B mencoba menjawab dengan mengatakan bahwa kasih adalah sebuah kata benda yang perlu dijelaskan secara vertikal. Si C meramaikan diskusi dengan mempersoalkan apakah perlu menjabarkan kasih secara vertikal atau horizontal, atau sirkular, dls. "Yang penting kan kasih itu sesuatu yang ada di dalam hati kita", lanjutnya dengan semangat. Si D menambahkan: "Bagi saya kasih itu yang penting bertujuan baik, lepas dari caranya bagaimana, definisinya apa, yang penting untuk kebaikan." Si E tak mau kalah. Dia menangkis: "Lho, tetapi kebaikan itu kan relatif dan subjektif. Ukurannya apa dong?"

Sedang asyik-asyiknya, tiba-tiba seorang anak kecil yang kira-kira berumur 4 tahun terjatuh ke dalam kolam renang. Tangannya mengapai-gapai sambil mulutnya mulai meminum air. Si A berteriak: "Hei, anak siapa itu?" Si B menyahut: "Siapa yang pintar berenang?" Si C ikut berdiri namun hanya berteriak: "Panggil orang tuanya dong!" "Gawat, dia mulai tenggelam", kata si D sambil menunjuk kepada si anak. Tiba-tiba, "byuuurrrr." Salah seorang anggota ketupat melompat ke dalam kolam dan menolong sang anak dan membawanya ke pinggir kolam. Selamatlah dia dari ancaman maut. "Wow, siapa itu yang menolong?", tanya si E antusias. Ternyata dia bernama "Agapao", anggota ketupat yang sejak tadi belum bersuara dalam diskusi kasih, namun telah mempraktikkan kasih yang nyata. Kasih itu sesungguhnya adalah 'kata kerja' yang aktif dan dinamis. Bukan kata benda yang pasif dan mati.

Alkitab menyaksikan bahwa kasih Allah menjadi nyata ketika diberikanNya Anak-Nya yang Tunggal, Yesus Kristus, menjadi pendamaian bagi dosa-dosa kita (baca: 1Yoh. 4:9-10). Demikianlah setiap orang kepunyaan Allah juga diperintahkan untuk mengasihi dengan kasih yang sudah diterima dari Allah. Yakni kasih yang aktif, dinamis, yang rela memberi bahkan berani berkorban, yang berani mengamnbil resiko, berani membayar harga yang mahal. Rasul Yohanes menuliskan, "Di dalam kasih tidak ada ketakutan; kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan; sebab ketakutan mengandung hukuman dan barang siapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih." (1Yoh. 4:18). Adakah sesuatu yang menghalangi Anda mempraktikkan cinta kasih dari Kristus untuk membangun, melayani, dan menlong orang lain? Kalahkan kekuatiran, ketakutan, dan keraguan Anda sekarang juga! Dan mulailah mengasihi secara nyata dan secara maksimal.


4. Fleksibel
Seorang yang sukses adalah seorang yang dapat membaca situasi, kondisi, dan tantangan dengan sigap. Selain itu ia dapat segera mengadaptasi, mengubah kondisi dan mengantisipasi segala hal dengan baik pula. Bagi dia perubahan itu baik, bukan menakutkan, asalkan sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Sesungguhnya orang percaya yang sudah ditebus Kristus akan menampakkan "perubahan" yang dikerjakan oleh kuasa Roh Kudus dalam dirinya yang mengubahnya ke arah yang baik, benar, dan adil. Inilah yang disebut dengan "proses pengudusan." Selain itu dia juga berfungsi sebagai "agen perubahan" yang membawa dampak yang positif � baik, benar, dan adil bagi lingkungan dan sesamanya. Namun bukan secara paksa, melainkan secara fleksibel, yaitu: dengan arif, kreatif, efektif, dan produktif, tanpa harus mengorbankan Firman Tuhan (kebenaran) yang mutlak dan tidak berubah.

Fleksibel tidak sama dengan kompromi. Orang yang feksibel adalah orang toleran � artinya dia dapat menerima perbedaan pendapat dan perbedaan lainnya dari orang lain. Dia menghargai perbedaan, namun tidak harus menjadi "serupa" dengan orang lain. Orang yang kompromis adalah orang yang tidak memiliki pendirian dan prinsip kebenaran. Dia berubah-ubah sesuai "arus" yang ada. Dia bersedia menjual 'kebenaran' untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Orang yang fleksibel jelas harus toleran, namun tidak menjadi kompromis.

Coba perhatikan contoh cerita di bawah ini. Suatu kali seorang pejabat mencari seorang sekretaris pribadi yang akan membantu dalam menjalankan tugas-tugasnya. Datanglah tiga pelamar yang mendaftarkan diri. Lalu diadakanlah wawancara. Si A masuk ke kantor sang pejabat. Lalu kepadanya diajukkan sebuah pertanyaan: "Berapa dua dikali dua?" Si A menjawab tegas dan sigap: "Empat pak!" Sang pejabat berkata dalam pikirannya: "Wah, orang ini tegas dan berwibawa, dia tidak bisa diajak kompromi. Pasti kelak akan merepotkan saya." Lalu dia berkata kepada A: "Kamu tidak diterima, keluarlah!" Lalu masuklah B dan ditanyakan pertanyaan yang sama: "Berapa dua dikali dua?" B berpikir sebentar: "Tadi A jawab empat tidak diterima." Kemudian dia menjawab: "Tiga pak!" Sang pejabat berkata dalam hatinya: "Wah, ini manusia licik, saya kelak bisa ditipunya!" Kemudian dia berkata kepada B: "Kamu tidak diterima, pulanglah!" Akhirnya masuklah si C. Ditanyakan pertanyaan yang sama. C berkata dalam hatinya: "A jawab empat ditolak, B jawab tiga juga ditolak." Lalu dia menjawab pejabat itu: "Terserah bapak sajalah. Asal bapak senang!" Sang pejabat berkata dalam hatinya: "Ini yang saya cari!" Akhirnya si C yang diterima.

Inilah salah satu contoh dunia kita sekarang. Dunia yang tidak mengenal Allah ingin kehidupan yang kompromistis, yang tanpa ukuran absolut, yang bisa sesuka-sukanya. Orang-orang sedemkian nampaknya seperti sukses, namun sesungguhnya sedang menuju ke lobang kegagalan yang mengerikan. Firman Tuhan mengingatkan kita bahwa seluruh hidup kita adalah milik Kristus, bukan milik sendiri atau milik dunia. Sebab itu kita tidak bisa sembarangan dengan hidup ini. "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1Kor. 6:19-20). Istilah "tubuh" di sini sama dengan seluruh aspek dalam hidup ini. Konsep yang sama diajukan Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma. "Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Rm. 12:1-2). Perubahan yang dimaksudkan di sini tentunya perubahan dalam kerangka dan pagar "kehendak Allah" yaitu yang baik, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. Fleksibilitas yang membuat seseorang semakin mencerminkan refleksi hidup dan pelayanan Kristus.


5. Pantang Putus Asa:
Pantang berputus asa adalah sebuah karakter yang amat penting, berharga, dan amat menentukan dalam perjalanan sukses di dunia dan di akhirat. Suatu karakter yang percaya sepenuhnya kepada karya Allah yang Maha Baik dan Maha Bijaksana. Mereka yang sukses hari ini adalah mereka yang tetap bangun lagi setelah terpukul, terjatuh, dan gagal. Bagi mereka kegagalan atau kejatuhan senantiasa dilihat sebagai "jalan baru" menuju sukses, atau sebagai "batu lompatan" menuju ke tingkat yang lebih tinggi. Bukan sebagai "batu sandungan" yang menjatuhkan dan mendatangkan keterpurukan tanpa dapat bangkit kembali. Bukan! Sebaliknya sebagai "alat pendidikan" yang mengajar dan menolongnya agar bisa maju dan sukses dengan lebih gemilang secara progresif dan dinamis. Orang yang pantang berputus asa tahu bahwa Allah akan memberikan kekuatan baru dan berkat baru sesuai dengan janji-Nya di dalam segala situasi dan kondisi. Walaupun menurut ukuran manusia, hal itu kurang menguntungkan, namun dengan mata iman dia melihat bahwa Allah dapat mengubahnya 180 derajat hingga menjadi sesuatu yang indah, baik, dan berhasil.

Alkitab menjelaskan kepada kita bahwa Allah kita adalah Allah yang hidup, dinamis, dan terus bekerja tanpa henti untuk membentuk anak-anak-Nya agar semakin menyerupai Kristus dalam seluruh aspek hidup dan pelayanan kita demi menjadi kemuliaan bagi NamaNya dan menjadi berkat bagi banyak orang. Dia tidak pernah menjanjikan bahwa seluruh proses perjalanan itu akan mulus, lancar, tanpa tantangan dan kesulitan. Tidak, melainkan dia menjanjikan untuk terus 'menambahkan energi-Nya' demi mendatangkan kebaikan bagi anak-anakNya. Perhatikan tulisan rasul Paulus, "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara." (Roma 8:28-29). Ungkapan kunci dalam ayat diatas adalah, "Allah turut bekerja." Hal ini tidak berarti Allah turut mendatangkan penderitaan, kejatahan, dan kesulitan bila hal itu menimpa. Tidak! Karena pada diri Allah hanya ada natur kebaikan, kasih, dan kesucian. Segala yang jahat datangnya dari Iblis dan perbuatan dosa manusia. "Allah turut bekerja" berarti "Allah akan menambahkan energi-Nya" � kuasa-Nya, hikmat-Nya, karya-Nya, dan kasih-Nya � untuk mengubah yang tidak baik, yang gagal, yang terjatuh, dan penderitaan, dan kesusahan lainnya menjadi "kebaikan" bagi anak-anak-Nya yang mengasihi Dia. Ungkapan kedua yang penting dalam ayat diatas adalah "menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya." Ini menjadi tujuan akhir yang akan dicapai dlaam proses perjalanan hidup dan pelayanan orang-orang yang percaya. Mereka yang ingin hidup dan pelayanannya sukses di dunia dan dia akhirat akan berpegang teguh kepada janji Tuhan diatas untuk memimpin seluruh hidupnya.


Coba perhatikan perjalanan hidup salah satu tokoh besar Amerika Serikat yang pantang berputus asa:
Umur 22: Dia gagal dalam bisnisnya.
Umur 23: Dia mencalonkan diri dalam badan legislatur � dikalahkan.
Umur 24: Sekali lagi, dia gagal dalam bisnisnya.
Umur 25: Dia terpilih dalam badan legislatur.
Umur 26: Kekasihnya meninggal dunia.
Umur 27: Dia mengalami kerusakan dalam sistim urat syarafnya.
Umur 29: Dia ikut dalam pemilihan Parlemen � dikalahkan.
Umur 31: Dia ikut dalam pemilihan Badan Pemilih � dikalahkan.
Umur 34: Dia ikut dalam pemilihan Badan Kongres � dikalahkan.
Umur 37: Dia terpilih menjadi anggota Badan Kongres.
Umur 39: Dia kalah dalam pemilihan Badan Kongres.
Umur 46: Dia ikut dalam pemilihan Badan Senat � dikalahkan.
Umur 47: Dia ikut dalam pemilihan Wakil Presiden � dikalahkan.
Umur 49: Dia ikut dalam pemilihan Badan Senat � dikalahkan.
Umur 51: Dia terpilih menjadi presiden Amerika Serikat.

Siapakah dia? Tidak lain adalah presiden Abraham Lincoln. Catatan perjalanan hidupnya hingga menuju ke kursi kepresidenan memberikan kita semangat untuk berjuang pula dengan pantang berputus asa. Firman Tuhan menjanjikan "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku." (Flp. 4:13). Paulus yakin 100% bahwa dengan bersandar diri, seseorang akan gagal. Namun bersandar kepada kekuatan ang diberikan Kristus, orang yang beriman akan sukses. Dia mengalami hal ini. Walaupun dia ada di dalam penjara, dia menuliskan surat yang indah dan menguatkan jemaat di Filipi.

6. Rasa Humor
Karakter lain yang amat penting dalam hidup sukses adalah rasa humor. Orang yang sukses adalah orang yang mampu tertawa kepada banyak hal termasuk kepada diri sendiri. Namun, bukan berarti 'tertawa sendiri'. Itu lain artinya, ha ha ha. Orang yang tidak memiliki rasa humor, pribadinya tidak stabil dan hidupnya rapuh alias kering, mudah patah dan cepat hancur, karena kekakuan hidupnya. Sebab itu memupuk rasa humor adalah syarat untuk menciptakan semua aspek kehidupan menjadi lentur, luwes, dan indah. Mulailah memperhatikan hal-hal yang detail dari setiap aspek hidup ini tanpa harus mengritiknya dan mengejeknya. Sebaliknya nikmati dengan rasa syukur dan belajarlah memandangnya dari berbagai sudut yang berbeda. Maka, secara normal dan bertahap semua aspek hidup ini terasa menjadi lebih indah, manis, dan penuh canda tawa yang membahagiakan. Cobalah! Maka Anda akan mulai banyak tertawa dengan penuh kebahagiaan. Ha ha ha!

Rasul Paulus yang menderita di penjara bukan karena salahnya pun dapat menuliskan surat Filipi yang disebut dengan "surat cinta" atau "surat sukacita." Dia menasihati jemaat Filipi untuk senantiasa bersukacita karena tidak ada alasanbagi orang percaya untuk tidak bersukacita walaupun dalam kesukaran dan tantangan dalam kehidupan ini. Dia menuliskan demikian, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur." (Filipi 4:4-6). Salah satu rahasia untuk memiliki rasa humor juga adalah senantiasa berpikir positif dan kebaikan dalam banyak perkara yang sering kali belum atau tidak dimengerti. Lalu, dengan hati yang penuh ucapan syukur senantiasa menyerahkan semua kekuatiran yang muncul dalam kehidupan ini. Maka Allah akan mencurahkan sukacita demi sukacita setiap hari dalam hati dan pikiran kita; yang selanjutnya diwujudkan dalam wajah kita yang cerah dan tersenyum, dan dalam pola tingkah laku yang membangkitkan rasa humor yang sehat dimanapun kita berada, dan bagaimanapun situasinya.

Seorang ibu berulang tahun dan kami diundang untuk datang ke rumahnya dan saya diminta untuk menaikkan doa. Lalu saya bertanya kepada isstrinya demikian: "Bila Tuhan akan mengabulkan satu permintaanmu malam ini, apa yang akan ibu minta?" Dia terdiam dan tersenyum sebentar lalu menjawab: "Saya akan minta tubuh yang sehat!" Saya berkata: "Bagus! Bagaiman kalau ditambah awet muda dan tetap cantik?" Saya berkata demikian karena memang ibu ini kelihatan awet muda dan tetap cantik walaupun usianya sudah lebih 50 tahun. Lalu saya berpaling kepada suaminya dan bertanya pertanyaan yang sama: "Kalau bapak, apa yang akan bapak minta?" Sang suami menjawab: "Saya akan minta agar istri saya tetap cantik dan awet muda. Kalau bisa lebih muda 30 tahun dari sekarang." Semua hadirin tertawa dan bertepuk tangan. Kami sungguh bersukacita dengan humor yang ringan ini. Lalu, saya berkata: "Wah, kalau demikian permintaannya, ada kemungkinan nanti bapak yang akan diubah menjadi usia 80 tahun. Jadi, bukan istri yang tambah muda 30 tahun, tetapi bapak yang tambah 30 tahun. Jadi, bedanya tetap 30 tahun, bukan?" Serentak semua hadirin tertawa lagi terbahak-bahak sebelum kami berdoa bersama-sama.

Perlu diperhatikan bahwa rasa humor yang dipupuk dan dikembankan oleh orang yang sukses haruslah humor yang sehat dan bersih. Bukan humor jorok yang berbau porno, atau yang diskriminatif, atau yang menjatuhkan orang lain. Melainkan yang membangun, yang bersih, yang membangkitkan urat syaraf tertawa yang sehat dan positif. Dunia cenderung mempromosikan humor yang kotor, jorok, porno, dan/atau yang diskriminatif, bahkan yang membangkitkan karakter yang mendiskreditkan golongan atau pribadi atau lainnya, baik secara politis, agama, dan latar belakang lainnya. Hati-hatilah! Jangan terjebak dalam karakter ini. Alkitab mengingatkan kita, "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia." (Ef. 4:29).


7. Tahu Berserah
Berserah bukanlah menyerah atau patah semangat. Tetapi senantiasa sadar dan tidak lupa meminta pimpinan, berkat, dan kekuatan dari Allah sebelum melangkah, sedang melangkah, dan akan melangkah dalam setiap aspek kehidupan ini. Orang yang sukses adalah orang yang tidak berjalan sendiri, melainkan dia berjalan bersama Roh Kudus yang memimpin setiap kepurtusan dan langakah-langkah dalam hidup dan pelayannnya di dunia ini.

Orang yang berserah adalah orang yang bersyukur, bukan bersungut-sungut. Orang yang berserah adalah orang yang beriman, bukan orang yang kuatir. Orang yang berserah adalah orang yang rendah hati, bukan yang mengandalkan diri sendiri. Orang yang berserah adalah orang yang membangun hubungan yang akrab dengan Tuhan tanpa mengajukan syarat apa pun. Karena dia tahu jelas bahwa tanpa Allah yang membukakan "kran berkat," segala sesuatu yang diusahakan manusia akan sia-sia belaka. Bacalah lagi: Mazmur 127:1-2.

Allah kita adalah Allah yang baik dan yang mengerti pergumulan kita. Dia memberikan "hak istimewa" bagi kita untuk datang berdoa kepada-Nya. Dia sungguh hanya sejauh doa. Perhatikan perkataan Tuhan Yesus, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan. Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." (Matius 7:7-11).

Seorang teman saya menceritakan kesaksiannya ketika dia harus menjalani operasi kista yang ada di indung telurnya. "Saya belum pernah dibius total dan saya mendengar cukup banyak cerita yang bernada negatif, saya sungguh menjadi kuatir dan takut" ceritanya dengan cemas. Memang ada saja cerita yang menguatirkan. Misalnya: soal dokter yang ceroboh hingga gunting ketinggalan di dalam perut, soal pasien yang setelah dibius tidak bangun lagi, soal efek samping obat bius, soal penyakit yang sedang dihadapinya, dan lain sebagainya.

Tibalah hari operasi yang akan dijalankannya. Sebelumnya sudah berdoa dan didoakan, namun kekuatiran itu nampaknya masih ada. Dia berkata: "Ketika persiapan operasi tersebut, saya berbaring di ranjang menunggu didorong masuk ke ruang operasi. Saat itu hati saya amat kuatir dan takut. Tangan saya dingin dan pikiran gundah. Namun, saya ingat kepada Tuhan. Saya berdoa kepada-Nya, dan menyerahkan hidupku kepada-Nya. Ajaib sekali! Tiba-tiba semua kekuatiran dan ketakutan saya hilang. Saya merasa damai dan tenang sekali. Tanpa sedikitpun kuatir dan takut. Saya yakin waktu itu Tuhan mengangkat semua ketakutan dan kekuatiran saya, dan menggantikan dengan damai sejahtera dari sorga. Lalu, saya diberitahu bahwa saya akan dipindahkan ke meja operasi. Saya jawab 'ya' dan seketika itu juga saya tidak ingat apa-apa lagi. Ketika saya terbangun, ternyata operasi itu sudah selesai dengan baik dan sukses."

Puji Nama Tuhan! Allah kita adalah Allah yang Mahahidup dan Maha Mendengar. Dia bukan Alllah yang jauh di sorga sana dan tidak peduli dengan keadaan kita. Memang Dia bertahta di sorga, namun Dia juga dekat dengan manusia yang mau datang memohon kepada-Nya. Firman Tuhan mengingatkan kita: "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya (Tuhan Allah), sebab Dia yang memelihara kamu." (1Ptr. 5:7). Apakah Anda kuatir dan takut menghadapi hidup ini? Jangan lupa datang kepada Bapa dalam Nama Yesus Kristus yang siap menolong dan memberkati hidup Saudara. Dia bukan saja mengerti dan mengetahui pergumulan Saudara; tetapi Dia juga mampu dan mau menolong Saudara lepas dari kekuatiran dan ketakutan yang ada. Ingatlah, Dia hanya sejauh doa!

Orang yang sukses adalah orang yang tahu menyerahkan kekuatirannya dan segala pergumulannya kepada Tuhan melalui doa dan ucapan syukur serta senantiasa mencari dan mendahulukan Kebenaran Allah dan Kerajaan Allah. Karena dia tahu itulah rahasia dari Allah untuk mencurahkan berkatNya dengan berkelimpahan. Tuhan Yesus mengatakan, "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Mat. 6:33-34).

KECEWA KEPADA ALLAH


Oleh: Pdt. DR. STEPHEN TONG


Dua hari yang lalu dalam suatu kesempatan yang baik, saya bertemu dengan dua orang saudara saya, Pdt. Dr. Caleb Tong dan Pdt. Dr. Joseph Tong. Saya menjemput mereka di bandara dan waktu di bandara seseorang datang kepada saya dan bertanya, �Pak Stephen ya?� Saya bilang, �Ya.� Kami berjabat tangan. �Anda ikut kebaktian di mana?� Saya bertanya padanya dan dia menjawab, �Ya, dulu pernah satu dua kali mendengar khotbah Pak Stephen Tong. Kemudian saya ke gereja-gereja yang lain. Sesudah itu keliling sini, keliling sana, tidak menetap.�Lalu saya bertanya, �Sekarang ke gereja mana?� Jawabannya, �Tidak ke gereja.� Saya bertanya, �Sekarang tidak ke gereja?� Dia merokok dengan satu tangannya ditaruh di belakang. Asap rokoknya terus mengepul seraya berbicara dan ngomong dengan saya. Saya rasa dia sudah melarikan diri dari Tuhan. Lalu saya bertanya, �Mengapa tidak ke gereja?� Dia menjawab, �Kecewa.� �Kecewa dengan siapa?� tanya saya. �Terus terang kecewa kepada Tuhan,� setelah mengatakan kalimat itu, dia lalu pergi.

Saya tidak habis-habisnya memikirkan kalimat itu. Berhakkah? Berhakkah manusia yang dicipta kecewa terhadap Sang Penciptanya? Ini yang menjadi pemikiran saya. Who are we? We think we deserve the right to claim we are disappointed by God. Siapakah kita yang berhak mengatakan, �Aku dikecewakan oleh Tuhan. Aku kecewa terhadap Tuhan.�

Kalimat ini membuat saya memutar pikiran sepanjang satu hari itu. Theologi apakah ini? Theologi ajaran apakah yang mengajar manusia, sehingga berani mengatakan, �Allah mengecewakan saya.� Kalau Allah mengecewakan seseorang, hanya karena beberapa sebab, yaitu: Pertama, Allah berutang kepada saya dan Dia lupa bayar, maka saya kecewa. Kedua, Allah menipu saya, akhirnya saya dirugikan, maka saya kecewa. Ketiga, Allah berjanji sesuatu, akhirnya Dia tidak melunaskannya, sehingga saya kecewa. Tiga presuposisi ini, semuanya tidak memiliki dasar Alkitab. Allah tidak pernah berutang kepada manusia. Theologi yang benar mengatakan, manusia berutang kemuliaan Allah dan tidak bisa membayar sendiri. Yang seharusnya dikatakan adalah kitalah yang mengecewakan Tuhan, bukan Tuhan yang mengecewakan kita. Allah tidak pernah menjanjikan sesuatu yang Dia sendiri tidak melunaskannya, kecuali janji itu adalah semacam tafsiran manusia dan "misleading" (penyesatan) dari orang yang salah mengerti Alkitab. Jadi, Allah tidak berutang kepada saya, Allah tidak sembarang berjanji kepada saya, Allah tidak mungkin menipu saya.

Jika demikian apakah penyebabnya? Penyebab pertama adalah adanya pengkhotbah-pengkhotbah yang memberikan tafsiran yang salah terhadap ayat-ayat Alkitab. Misalnya, yang percaya kepada Tuhan pasti dapat kekayaan, pasti dapat hidup yang subur, makmur di dalam materi. Yang percaya kepada Tuhan pasti tidak ada marabahaya, penyakit, kesulitan, dan kemiskinan. Misalnya lagi, jikalau engkau memberikan persembahan, Tuhan akan mengembalikan sepuluh kali lipat ganda. Apakah saudara pernah mendengar khotbah semacam ini? Hal ini terjadi sejak kira-kira 25 tahun yang lalu, selangkah demi selangkah merambat masuk ke dalam mimbar-mimbar gereja yang tidak bertanggung jawab. Tetapi setiap statement yang tidak benar, bisa juga mendapatkan tunjangan dari Kitab Suci. Jadi ada ayat-ayat yang sepertinya mendukung statement itu, karena dimengerti secara fragmentaris, dan bukan secara totalitas. Karena mengambil ayat sebagian-sebagian lalu mengkhotbahkannya, sangat mungkin terjadi misleading bagi orang lain yang mendengarnya.

Kedua, pengertian yang tidak membandingkan antara satu ayat dengan ayat yang lain, mengakibatkan tidak diperolehnya prinsip total Kitab Suci. Mengambil suatu keputusan melalui bagian-bagian, lalu membuat statement. Hal ini sangat membahayakan. Saudara sebagai pengkhotbah, sebagai pemimpin gereja, sebagai pembawa firman, sebagai pemberita kehendak Tuhan, harus menghindarkan diri dari hal-hal semacam itu.

Saya percaya, bukan dia saja, mungkin seluruh Indonesia berani mengatakan, �Aku kecewa terhadap Tuhan.� Mungkin sudah puluhan juta orang pernah mempunyai ajaran salah yang menuju pada konklusi bahwa Allah menipu dia, Allah tidak melunaskan janji-Nya, Allah berutang kepada dia sehingga dia berani mengatakan, �Saya kecewa kepada Tuhan.�

Tahun 1965, kalau saya tidak salah ingat, gunung Agung meletus di Bali. Lavanya mengalir begitu cepat, sehingga banyak orang yang tidak sempat mengungsi, mendadak terkena lava. Pada waktu itu saya berada di Bandung, lalu seorang wartawan datang kepada saya, �Pak Stephen, bolehkah saya tunjukkan kira-kira 180 foto yang saya ambil dengan cepat pada waktu orang-orang terkena lava itu?� Saya sedang makan ketika wartawan itu datang dan duduk di samping saya. Waktu saya melihat foto-foto tersebut, rasanya saya ingin muntah. Ada orang yang sedang tidur, lavanya datang dan saat itu juga separuh badannya menjadi tulang, dan separuhnya masih daging. Di tengah-tengah sambungan antara daging dan tempat tulang itu, ada satu garis putih yang besar dan bengkak, seperti kulit babi yang digoreng jadi rambak/krupuk. Bagian yang terkena api panas itu langsung melembung. Satu bagian masih daging biasa, bagian yang lain, matang menjadi seperti rambak. Meskipun saya mau muntah tapi saya dikejar oleh kuriositas, jadi satu per satu foto tersebut saya lihat sambil mau mengeluarkan air mata, sambil mau menangis, sambil mau berteriak, tetapi tidak bisa. Namun ada beberapa foto yang menggugah theologi saya, yaitu lava yang sudah dekat kira-kira tiga meter lagi, dan dalam beberapa detik akan terkena lava, tetapi orang tersebut tidak lari, ia sedang berlutut berdoa kepada dewa. Waktu saya lihat, saya berpikir, �Wah! Ini begitu beda dengan orang Kristen. Mengapa ada orang Kristen pada hari lancar, dia berani berdosa. Sedikit rugi, langsung mencaci maki Tuhan Allah. Mengapa orang kafir waktu mereka menghadapi kecelakaan, mereka tidak memaki-maki dewa mereka. Mereka minta pertolongan dewa, jangan sampai memusnahkan mereka. Mereka mengaku kesalahan, mengaku dosa.� Pemikiran ini terus mempengaruhi saya sampai sekarang, sudah lebih dari 30 tahun.

Pemikiran itu adalah, Why?...Why? ... What causes that? What causes it to be like that? Apa salahnya pemberitaan kita? Apa salahnya khotbah kita, sehingga anggota kita selalu merasa dia sepatutnya menerima anugerah Tuhan dan tidak boleh dirugikan apapun oleh Tuhan, kalau tidak, Allah harus dicela, dimaki, dipersalahkan, dan akhirnya dia keluar dari gereja.

Lalu dari situ, pemikiran saya mulai berkembang pada the theology of suffering, the theology of worship, the theology of understanding grace, theology of resistant to the tribulation. Berkembanglah begitu banyak pemikiran saya semenjak melihat 180 foto tersebut. Mengapakah orang-orang Asia dengan sedikit kesulitan, meninggalkan gereja, keluar dari gereja? Mengapa orang Yahudi yang dibantai, dibunuh dengan gas, dihancurkan hidupnya, enam juta setengah jiwa, di dalam holocaust, tetapi mereka tetap menyembah Allah, tetap takut kepada Tuhan dan mereka tidak pernah meninggalkan iman mereka? Jadi, what's wrong? Apa yang salah di dalam pemberitaan kekristenan? Jawaban saya adalah satu kalimat, �Kita lebih suka memberitakan Allah itu kasih adanya, mengobral murah kasih Allah daripada berani mengkhotbahkan Allah itu suci dan adil, Dia akan menghakimi dosa seluruh dunia.�

Dari konklusi ini, pemikiran saya berkembang lagi, di manakah hamba-hamba Tuhan yang berani menyatakan tahta kemarahan Tuhan, keadilan Tuhan, kesucian Tuhan, untuk mengingatkan bangsa dan zaman ini? Semakin lama semakin sedikit. Tetapi pendeta yang berusaha memberikan injil palsu supaya gerejanya bertumbuh, supaya lebih banyak orang mendengar khotbahnya dengan kalimat, �Percayalah Tuhan, semua penyakit akan disembuhkan, semua kesulitan diatasi, semua akan diberikan kepada engkau� begitu banyak sekali, bahkan di dalam aliran Pentakosta dan Karismatik sudah teracun satu pikiran: dengan banyak mujizat yang dilihat, orang akan beriman.

Namun hari ini saya akan menunjukkan dua prinsip. Prinsip pertama, Yohanes Pembaptis tidak pernah melakukan satu mujizat pun, namun banyak orang yang percaya melalui dia. Karena sifat lurus, jujur, berani, dan tidak mau dipengaruhi oleh dosa sehingga dia berkhotbah dengan kuasa luar biasa. Itu catatan Alkitab. Yohanes tidak pernah melakukan satu mujizat pun, tetapi yang percaya karena dia banyak sekali. Kedua, Islam adalah satu agama yang tidak pernah mengembangkan anggota mereka melalui daya tarik mujizat. Tidak pernah hal itu terjadi. Pada zaman filsuf David Hume, one of the greatest scepticist in the history of human philosophy, ia mengatakan bahwa salah satu sebab yang dipakai oleh orang Kristen untuk membuktikan agama Kristen sebagai satu-satunya agama yang sah adalah tidak adanya mujizat pada agama lain, tetapi hanya ada pada agama Kristen dan dimuat di dalam Kitab Suci. Tetapi cara dia melawan kekristenan justru dengan pertanyaan pernahkah mujizat yang dicatat dalam Kitab Suci orang Kristen, terjadi? Itupun belum bisa dibuktikan. Maka memakai bukti bahwa Kristen ada mujizat maka Kristen itu sah, pada hakekatnya tidak pernah mempunyai dukungan bukti. Apakah yang dicatat dalam Kitab Suci sungguh-sungguh pernah terjadi? Jadi dia menjadi scepticist. Itu namanya to destroy from the foundation the seeking of Christian foundation.

Orang Kristen pada zaman itu selalu memakai fondasi-fondasi yang salah yang sebenarnya bukan fondasi untuk membangun iman. Kalau kita membiasakan diri menjadi pemberita, hoki, fat choi, property, kesuksesan sebagai imbalan kalau percaya kepada Tuhan, maka kita akan menciptakan orang-orang yang akhirnya melarikan diri dari kekristenan dengan kalimat, �Aku tidak lagi ke gereja karena aku kecewa kepada Tuhan.� Saudara seharusnya mempersiapkan diri menjadi hamba Tuhan yang bertanggung jawab dalam pemberitaan firman, sehingga anggotamu selalu menuntut, �Saya jangan menipu Tuhan, saya jangan berutang kepada Tuhan, saya harus menepati apa yang saya janjikan kepada Tuhan.� Dan bukan berkata, �Tuhan berutang kepada saya, Tuhan menipu saya, apa yang Tuhan janjikan, tidak saya dapatkan, maka saya berhak melawan dan kecewa kepada Dia.� Kiranya renungan pendek ini menjadi kekuatan bagi kita untuk menegakkan kembali kebenaran di dalam zaman ini.
Sumber: Majalah MOMENTUM No. 39 � Maret 1999

ORANG KRISTEN DAN PENDERITAAN


oleh: Ev. Antonius Steven Un, S.Kom., M.Div.
Eksposisi Mazmur 73

Hari-hari ini, banyak orang Kristen bukan saja di Indonesia tetapi juga di luar negeri mengalami kesulitan khususnya akibat bencana alam, terorisme dan krisis ekonomi. Pergumulan di negara Indonesia, banyak jemaat yang mengeluh dengan mahalnya harga komoditi akibat perubahan iklim sementara penghasilan tidak bertambah. Di tengah krisis demikian, pergumulan kita menjadi tidak gampang. Bagaimanakah seharusnya orang Kristen menghadapi pergumulan?
Di dalam Alkitab, ada tiga tokoh besar yang bergumul dengan penderitaan yakni Ayub, Pemazmur 73 dan Habakuk. Dalam ketiga orang ini, mempunyai kemiripan pergumulan sekalipun modelnya bervariasi tetapi yang pasti jawaban pergumulan, perubahan dan komitmennya sama. Inilah yang kita mau belajar, khususnya dari Mazmur 73.
Bagian pertama, dari pergumulan si Pemazmur, ia akhirnya menjadi berkat bagi orang lain. Inilah paling tidak satu dari sekian banyak maksud Tuhan dalam penderitaan supaya setelah kita mendapatkan jawaban, kita menguatkan orang lain. Dalam ayat 1, si Pemazmur mengatakan �sesungguhnya Allah itu baik bagi mereka yang tulus hatinya, bagi mereka yang bersih hatinya�. Di sini, menandakan bahwa ia telah selesai bergumul dan menang karena dalam penderitaan itu, ia tidak menghujat Allah dan mengatai Allah itu buruk atau jahat melainkan mengakui Allah itu baik. Selain Mazmur 73, memang inilah ciri khas seluruh kitab Mazmur. Sebagaimana dikatakan John Calvin, inilah kitab yang membuka anatomi jiwa, membuka anatomi perasaan manusia. Kitab yang sangat jujur.
Ada satu ciri khas yang diungkapkan oleh Martin Llyod-Jones yakni Mazmur seringkali dimulai oleh kesimpulan dari pergumulan. Seperti Mazmur 23, seluruh kredo pergumulan Daud disimpulkan, �Tuhan adalah gembalaku, tak akan kekurangan aku�. Demikian pula di sini, ia ingin memberikan kesimpulan kepada orang percaya yang membaca refleksinya, Allah itu baik, bagi mereka yang sungguh-sungguh mengikuti Tuhan.
Selain kesimpulan, ayat 1 juga merupakan undangan. Pemazmur seolah ingin berkata, �jika saudara adalah orang percaya yang sungguh bersih dan tulus hatimu, dan engkau menderita, Mazmur ini untuk saudara. Sebuah mazmur tentang kebaikan Allah. Sekalipun saudara menderita, Allah itu baik�.
Bagian kedua, dalam Mazmur ini kita belajar bahwa orang percaya pun bukan saja bisa bergumul tetapi bahkan penuh dengan pergumulan. Tidak usah kita heran akan hal ini, karena bukan rancangan kita melainkan rancangan Tuhan yang terjadi. Kadang kita berpikir bahwa seharusnya jalannya akan begini dan begitu tetapi Tuhan mempunyai cara pikir yang berbeda.
Bergumul bukan dosa. Tuhan Yesus sendiri bergumul, bahkan bergumul dalam pencobaan. Dicobai bukan dosa. Jatuh dalam pencobaan barulah dosa. Memakai terminologi Paulus, �habis akal� bukan dosa. Putus asa barulah sesuatu yang tidak benar (2 Kor. 4:8b). Jika saudara dalam bisnis, keluarga, pendidikan mengalami habis akal, itu bukan dosa. Jangan takut. Tetapi yang harus saudara lakukan adalah tetap berpengharapan, jangan putus asa.
Saya mencatat, sejumlah pergumulan si Pemazmur. Pertama, bergumul untuk mempertahankan hati yang bersih (ayat 13). Pergumulan ini tidak gampang karena di setiap detik dan setiap inci kehidupan, godaan untuk membengkokkan hati begitu banyak dan kuat, baik dari kedagingan dalam diri, dunia, setan, dan sebagainya. Kedua, bergumul untuk setia dalam kesulitan (ayat 14). Mempertahankan hati yang bersih satu hal tetapi mempertahankan hati yang bersih dalam penderitaan adalah hal lain. Jikalau kita mengatakan �orang ini setia tapi hidupnya susah� maka konotasinya negatif. Tetapi jika kita mengatakan, �orang ini hidupnya susah tetapi ia setia� maka konotasinya lebih positif. Dan kalimat pertamalah yang muncul ketika Lukas menggambarkan Zakaria dan Elizabeth, orang tua Yohanes Pembaptis. Mereka setia tetapi mandul, tidak punya anak. Dalam pergumulan demikian, seringkali ada perbandingan dari dalam diri dan dari orang lain antara setia dan sulit. Kedua kata itu seperti bertentangan, seperti air dan minyak, sulit bertemu.
Pergumulan Pemazmur ketiga, bergumul dengan kecemburuan ketika melihat orang faik yang maju (ayat 3). Susah untuk menerima bahwa mereka yang tidak setia, hidupnya lebih lancar. Ada beberapa gambaran obyektif yang dicatat oleh Pemazmur. Dalam ayat 4a dikatakan kesakitan tidak ada mereka. Dalam bahasa asli, adalah kesakitan maut. Maksudnya, si Pemazmur melihat bahwa ada orang jahat yang sampai matinya tidak mengalami penyakit. Mati tua bukan mati sakit atau mati celaka.
Dalam ayat 4b dikatakan sehat dan gemuk tubuh mereka. Tidak semua yang sehat dan gemuk itu fasik tetapi orang fasik biasanya sehat-sehat. Bagiamana kalau pencuri atau perampok tetapi menderita penyakit stroke. Sulit dinalar. Sebaliknya, banyak orang yang setia dalam Alkitab, hidup mereka sakit-sakitan seperti Paulus, Calvin, dan sebagainya. Dalam ayat 5a dikatakan mereka tidak mengalami kesusahan manusia. Kasarnya, semua orang mengalami harga tempe dan terigu yang melambung tinggi, mereka tidak mengalaminya.
Ayat 8b dikatakan bahwa hal pemerasan mereka bicarakan dengan tinggi hati. Maksudnya, sudah dosa masih dibanggakan lagi. Ayat 12b dikatakan �mereka menambah harta benda dan senang selamanya�. Barangkali inilah gambaran yang paling menyakitkan. Orang jahat, penipu, yang bisnisnya kotor, semakin hari harta bendanya bertambah-tambah dan senang seterusnya. Sebaliknya, orang yang setia, ikut Tuhan, beriman, bisnisnya jujur, hidup bersih, malah harta benda semakin berkurang karena uang habis, tabungan habis, emas dijual, mobil dijual ganti sepeda motor, rumah yang besar dijual ganti yang kecil. Malah susah seterusnya.
Pergumulan Pemazmur yang keempat, bergumul mengalami cercaan dari orang fasik (ayat 3a, 8a, 9). Setia itu sulit. Setia dalam kesulitan lebih sulit. Setia dalam kesulitan dengan kecemburuan, tambah sulit. Sekarang, malah harus dengar caci maki. �Katanya ikut Tuhan, kok hidup susah�, �katanya anak Raja, kok ngontrak�, �katanya Allahnya yang empunya alam semesta, kok rumah saja tidak punya� dan seterusnya yang sangat menyakitkan dari orang fasik.
Pergumulan yang paling sulit dari semuanya adalah di dalam penderitaan orang setia, si Pemazmur melihat Tuhan diam dan tidak memberikan jawaban. Setidaknya kalau ia tidak mengasihi orang percaya, paling tidak mengadili orang fasik. Malah yang terlihat adalah Tuhan mengasihi orang fasik dan menghukum orang percaya, menulahi yang hatinya bersih (ayat 14).
Bagian ketiga, setelah pergumulan ini kita sekarang melihat jawaban yang diterima Pemazmur. Langkah pertama menuju jawaban adalah si Pemazmur menguasai diri. Seperti yang dinyatakan dalam 1 Petrus 4:7, kuasailah diri, jadilah tenang supaya kamu dapat berdoa. Menguasai diri memang tidak menyelesaikan persoalan apapun tetapi setidaknya tidak menambah persoalan baru supaya tidak terjadi sudah jatuh, tertimpa tangga.
Menguasai diri berarti si Pemazmur tenang, tidak emosional dan sebaliknya berpikir. Istilah �seandainya� dalam ayat 15 menandakan bahwa si Pemazmur sedang berpikir. Prinsipnya, jangan ambil keputusan penting apapun pada waktu emosi. Jangan ambil keputusan putus pacar, pindah pekerjaan, pindah kota dan sebagainya sebab pada waktu emosi, sulit berpikir dengan tenang. Bagaimana mengatakan itu kehendak Allah jika tidak berpikir dengan akal sehat? Sebab kehendak Allah tidak pernah membuang akal sehat. Melampaui akal sehat ya. Tetapi, melampaui berarti sudah pakai akal sehat masih tidak cukup.
Selain itu, menguasai diri juga berarti, sebagaimana yang dilakukan Ayub, menjaga bibirnya agar tidak berdosa. Dalam ayat 15, si pemazmur sedang berpikir, jika ia mengucapkan kalimat kekecewaan maka ia akan mengkhianati angkatan anak-anak Tuhan. Lebih baik kita mendengar perkataan dari Yakobus, janganlah cepat bicara atau cepat marah tetapi cepat mendengar supaya setelah masalah selesai kita tidak menyesal karena pernah mengucapkan kalimat yang tidak enak (1:19).
Menguasai diri juga berarti menghitung konsekuensi. Ia sedang menghitung resiko-resiko kalau ia bicara demikian maka akan mengkhianati angkatan umat Tuhan. Pada waktu kita terjepit, kita diajar untuk menguasai diri sehingga menghitung resiko agar jangan salah melangkah. Bagaimana pun terjepit tetap harus menguasai diri untuk menghitung resiko.
Bahkan yang disebut menguasai diri adalah setidaknya sampai ayat 16, Si Pemazmur puas dengan kondisi menggantung, belum ada jawaban, tetapi ia tidak memaksakan diri untuk mengambil jawaban sendiri sesuai dengan keinginan sendiri. Sabar menanti jawaban Tuhan, itulah penguasaan diri orang percaya dalam pergumulan penderitaan yang berat.
Dalam ayat 17 dikatakan bahwa ia mendapatkan jawaban ketika masuk ke tempat kudus. Konteks waktu itu adalah bahwa firman Tuhan tidak didapatkan di rumah melainkan dengan berada di rumah ibadah. Ia masuk dan memperhatikan. Perhatikan istilah �memperhatikan� dalam ayat 17. memperhatikan kesudahan orang fasik berarti ia berkonsentrasi pada waktu mendengar firman. Banyak orang percaya, sayangnya, pada waktu mereka bergumul, mereka menjauhi firman baik menjauhi ibadah maupun saat teduh. Akhirnya mereka tidak mendapatkan jawaban dan kondisinya tambah buruk.
Memperhatikan firman Tuhan adalah jawaban mutlak dalam pergumulan penderitaan. Dalam Daniel 9, dikatakan ia memperhatikan firman Tuhan melalui Yeremia. Ayub dan Habakuk juga mendapatkan jawaban dari firman Tuhan. Jika bukan firman Tuhan, apalagi jawaban bagi pergumulan kita?
Si Pemazmur mendapatkan jawaban tentang kenikmatan orang fasik dan penderitaan orang percaya adalah ketika mendengar khotbah tentang penghakiman. Lucu yah. Bagaimana bisa orang lagi susah kok mendengar firman tentang neraka? Psikologi sekuler tidak bisa menerimanya. Matthew Arnold mengatakan, kalau memperhatikan kehidupan orang harus utuh. Jangan lihat enaknya sekarang tetapi lihatlah akhiratnya. Jadi, kesimpulan Pemazmur bahwa orang fasik senang selamanya, tidak sepenuhnya benar. Itu kesimpulan emosionalnya. Yang benar adalah bahwa memang mereka kelihatan senang sekarang tetapi nanti belum tentu. Kalau kita melihat kehidupan orang benar yang senang sekarang, jangan lupa melihat masa lalunya, mungkin banyak penderitaan. Kalau kita melihat kehidupan orang fasik yang senang sekarang, jangan lupa melihat masa depannya, mungkin banyak penderitaan.
Sampai di sini, kita mendapatkan pelajaran berharga. Yang disebut dengan jawaban pergumulan itu bukan perubahan keadaan. Nanti di ayat selanjutnya juga kita lihat bahwa keadaan si Pemazmur tidak dicatat berubah. Dari tiga orang besar yang bergumul dengan penderitaan, hanya Ayub yang dicatat mengalami perubahan keadaan. Tetapi itu terjadi setelah ia mendapatkan jawaban firman yang merubah hidupnya dan membangun komitmen baru. Pemazmur dan Habakuk tidak mendapatkan perubahan keadaan tetapi perubahan hidup melalui firman. Jadi, yang disebut jawaban pergumulan bukan perubahan keadaan tetapi perubahan hidup oleh firman yang diwujudkan dengan komitmen baru. Jangan bermimpi perubahan keadaan karena itu bukan jawaban Alkitab. Namun demikian, konsep ini tidak berarti kita tidak berusaha mencari jalan keluar. Itu hal lain yang tidak kita bicarakan di sini.
Bagian terakhir, akhir dari pergumulan itu, si Pemazmur membangun komitmen baru. Ada tiga komitmen di sini. Komitmen pertama, tetap dekat dengan Tuhan dalam penderitaan (ayat 23-24). Komitmen dalam keadaan sulit (ayat 21-22) bahkan ia merasa diri dungu dan seperti hewan. Dekat itulah baru ia mendapat kekuatan. Jika ia lari dari Tuhan, di manakah jawabannya? Banyak orang Kristen waktu susah malah menjauh dari Tuhan sehingga hidup mereka tambah parah. Jika saudara menjauh, sekarang kembalilah supaya Tuhan menjawab hidup saudara!
Dalam komitmen pertama itu kemudian kita melihat pertolongan Tuhan, persis seperti menolong orang yang pingsan. Dikatakan �Engkau memegang tangan kananku�. Kalau Alkitab menyatakan bahwa Allah memegang kita dengan tangan kananNya itu berarti kekuatan (mis. Yes. 41:10). Kalau Alkitab mengatakan Allah memegang tangan kanan kita, itu berarti kenyamanan, supaya tidak jatuh tergeletak. Setelah itu, dituntun selangkah demi selangkah menuju ke tempat yang lebih baik secara kerohanian supaya ia tidak tergelincir (bdk. Ayat 2).
Komitmen yang kedua adalah tetap mengasihi Tuhan sekalipun dalam penderitaan (ayat 25-26). Kalau komitmen pertama adalah tetap dekat Tuhan sekalipun masih merasa tidak enak atau pusing maka yang kedua ini mulai menikmati dan mengasihi Tuhan. Komitmen ketiga adalah selama-lamanya berjalan bersama Allah. NIV menerjemahkan �adalah baik bagi ku untuk dekat dengan Allah�. Selama-lamanya, entah susah atau senang, entah mendung, hujan atau cerah tetap berjalan bersama dengan Allah. Sehingga, komitmennya adalah kasih dari hati terdalam kepada Allah, tidak tergantung kondisi enak atau tidak.
Sampai di sini, si Pemazmur menang. Puji Tuhan. Ingin menang dalam penderitaan? Jangan jauhi Tuhan dan cintailah firman-Nya. Semoga!

Ev. Antonius Steven Un, S.Kom., M.Div. adalah gembala sidang Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII) Malang, Ketua Sekolah Theologia Reformed Injili Malang (STRIM) dan peneliti pada Reformed Center for Religion and Society. Beliau meraih gelar Master of Divinity (M.Div.) dari Institut Reformed, Jakarta.

Lektor: Pewarta Sabda Allah

oleh: P. Dicky Rukmanto, Pr *

Sekilas Jejak Historis Lektor
Keberadaan seorang pembaca Sabda Allah (lector, Latin) dalam peribadatan suci sudah ditemukan dalam tradisi agama Yahudi. Jejaknya dapat dijumpai terutama dalam sumber Perjanjian Lama. Bahkan, dalam sumber Perjanjian Baru, jejak itu masih tampak saat Yesus datang ke Nazaret (Luk 4:16-30), masuk ke rumah ibadat, lalu membaca dan mengajar dari teks Yesaya 61:1-2[1].

Dari tradisi peribadatan Yahudi di sinagoga itu, biasanya seorang tampil dari tengah jemaat. Kepadanya diberikan kitab yang diambil dari Kitab Taurat dan Para Nabi. Dan setelah dibuka, dibacalah salah satu teks. Selesai pembacaan, kitab tersebut ditutup dan kemudian diberikan kembali kepada pejabat. Pengajaran menyusul kemudian. Meneruskan tradisi Yahudi, kebiasaan membaca Kitab Suci juga ditemukan dalam era Gereja Perdana (bdk Kis 2:41-47).

Dalam tradisi Gereja, keberadaan lektor ditemukan jejaknya dalam periode abad-abad pertama sejarah kekristenan. Homili St Yustinus martir (wafat sekitar thn 165) menyebut adanya pembaca liturgis, anaginoskon[2]. Paus Cornelius I (251-253), dalam suratnya kepada Fabius dari Antiokhia, menunjukkan bahwa Gereja Roma pada saat itu, selain mempunyai 42 akolit dan 52 eksorsis, memiliki juga sejumlah lektor[3]. Jejak adanya lektor juga ditemukan di Gereja Cirta, Afrika, pada abad keempat saat dilaporkan bahwa Gereja setempat memiliki 4 imam, 3 diakon, 4 subdiakon dan 7 lektor[4].

Dalam abad-abad awal kekristenan, pembacaan Kitab Suci dalam liturgi, termasuk surat-surat Perjanjian Baru dan Injil, dibawakan oleh lektor. Peran lektor sangat penting dan terhormat, masuk dalam tata tahbisan minor subdiakon, diberikan dalam ritus khusus melalui penumpangan tangan uskup dan disertai doa. Dalam tradisi Gereja Barat, lektor termasuk dalam tingkat kedua dari tata tahbisan minor (ostiarius, lector, exorcista, acolythus). Untuk tingkat tahbisan minor ini tidak dikenakan kewajiban selibat. Juga dalam kebiasaan Gereja Timur, para lektor termasuk dalam tata tahbisan minor sebelum penerimaan diakonat - suatu jenjang menuju imamat dalam tata tahbisan mayor. Dapat dipahami kemudian bahwa peran lektor mengandaikan standar pendidikan khusus. Meskipun eksklusif untuk mereka yang tertarik menjadi imam, kehadiran schola lectorum (sekolah para lektor) pada abad kelima memberi indikasi kuat tentang pentingnya peranan membaca Sabda Allah oleh seorang yang memiliki kualifikasi pantas. Bahkan pada abad 6-7, dengan munculnya schola cantorum (sekolah menyanyi), pembacaan Sabda Allah dengan cara melagukan semakin melambungkan gengsi peran lektor.

Kehormatan peran lektor cukup ditampakkan juga oleh Kanon Barat, khususnya no. 8, yang diyakini berasal dari abad keenam, yang berbicara tentang tata cara pentahbisan. Kanon 8 tersebut menyebutkan, �Ketika seorang lektor ditahbiskan hendaklah uskup berbicara tentang dia kepada jemaat sambil menunjukkan (kelayakan) iman, hidup dan kemampuannya. Setelah itu, sementara jemaat memandangnya, hendaklah uskup memberikannya buku (Kitab Suci), yang darinya harus dibacanya, sambil berkata kepadanya: Terimalah ini dan jadilah pewarta Sabda Allah.�[5]

Sementara kehormatannya tetap terjaga, secara perlahan wilayah tugas lektor berkurang. Sekarang, terutama sejak ada pembaharuan dalam Gereja Roma melalui Konsili Vatikan II (1962-1965) - termasuk pembaharuan dalam liturgi, hak membaca Injil mulai dicabut dari peran lektor. Tugas membaca Injil hanya dipercayakan kepada diakon, atau imam konselebran jika tak ada diakon, atau imam selebran bila tidak ada diakon maupun imam konselebran (PUMR 59). Sedang pembacaan Kitab Suci kecuali Injil - berarti hanya kitab-kitab Perjanjian Lama dan surat-surat Perjanjian Baru, menjadi tugas lektor terlantik (PUMR 99). Meski demikian, bila dalam Perayaan Ekaristi tidak ada lektor terlantik, tugas pembacaan Kitab Suci - melalui Bacaan I dan II, dapat dibawakan oleh umat awam, baik pria maupun wanita[6], yang memiliki kelayakan. Namun, tak boleh ditolerir, mereka �harus sungguh trampil dan disiapkan secara cermat untuk melaksanakan tugas ini, sehingga dengan mendengarkan bacaan-bacaan dari naskah kudus, umat beriman dapat memupuk dalam diri mereka rasa cinta yang hangat terhadap Alkitab� (PUMR 101).

Panggilan dan Peran Lektor

Bidang peran lektor ada dalam area pelayanan liturgi kudus. Tiga hal pokok perlu disadari oleh setiap lektor. Pertama, keberadaan lektor terkait dengan identitasnya sebagai orang beriman - berkat pembaptisannya, dan tempatnya dalam tata komunitas Gereja - berkat peran pelayanannya. Kedua, panggilan lektor ada di bidang liturgi, yakni peribadatan kudus di mana Allah hadir dan menyelenggarakan karya keselamatan-Nya. Ketiga, peran lektor terletak pada partisipasinya dalam pelayanan liturgis.

Pokok pertama bermanfaat untuk mengingatkan kontribusi dan tanggungjawab partisipatif (participatio actuosa) sebagai anggota jemaat. �Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara hirarkis� (PUMR 16). Sebagai demikian, Perayaan Ekaristi merupakan perayaan umat (SC 41; ME 3d; PUMR 19, 34) di mana jemaat beriman dan para pelayan liturgi berperan menurut tugas dan fungsi partisipatif masing-masing (PUMR 17). Pokok kedua berguna untuk mengingatkan bahwa liturgi bukanlah seremoni profan. Sebaliknya, liturgi merupakan tindakan kudus dari Kristus Imam Agung dan Tubuh-Nya, yakni Gereja (SC 7). Sebagaimana Allah kudus dari hakikat-Nya, demikian pula Gereja dan liturgi itu sendiri suci dari martabatnya. Karena itu, pelayanan lektor hendaklah dilaksanakan dalam citra batin liturgi yang agung dan mulia serta sikap penghayatan penuh rasa hormat dan takut akan Allah, kedalaman syukur dan keheningan sukacita. Lektor sendiri hendaklah selalu memurnikan diri dalam semangat pertobatan. Pokok ketiga membantu memotivasi agar lektor menyadari tugasnya sebagai panggilan pelayanan bagi umat Allah (PUMR 97). Dari mereka diharapkan kemudahan untuk membiasakan diri serius dalam mempersiapkan diri, melatih ketrampilan serta selalu mengevaluasi pelaksanaan tugasnya. Diharapkan pula agar mereka senantiasa melakukan tugas pembacaan Sabda Tuhan dalam norma kesempurnaan: benar, baik dan indah. Ketiga pokok kesadaran tersebut sangat berarti bagi lektor untuk mensyukuri karunia iman yang diterimanya serta mengekspresikannya dalam pelayanan tugas pembacaan Sabda Allah. Dalam semangat mengekspresikan imannya, hendaklah lektor menyadari bahwa dirinya dipanggil untuk menyampaikan, melalui suaranya, Sabda yang berasal dari Tuhan sendiri. Ekspresi iman ini hendaklah ditopang oleh penghayatan mendalam citra dirinya sebagai penyampai Sabda Allah.

Visi Batin dan Semangat Penghayatan Lektor

Hal paling mendasar yang harus disadari oleh seorang lektor adalah bahwa ia seorang beriman. Lektor adalah pengaku iman, seorang confessor. Untuk dapat menjalankan tugas perutusannya, seorang lektor dituntut lebih dulu untuk mengakui Tuhan dan kebenaran Sabda-Nya dalam Kitab Suci. Ia juga harus percaya sepenuhnya bahwa Gereja dan liturginya memang dikehendaki Tuhan sebagai sarana keselamatan. Dalam konteks peribadatan suci Gereja, khususnya dalam Liturgi Sabda, lektor harus percaya bahwa �bila Alkitab dibacakan dalam Gereja, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya� (PUMR 29; bdk. SC 33). Kepercayaan yang sama hendaklah diberikan pada saat Injil dibacakan diakon atau imam sebagai saat Kristus sendiri hadir dan menyampaikan sabda-Nya (PUMR 55). Lektor hendaklah percaya bahwa dalam Liturgi Sabda Allah sungguh hadir melalui Sabda yang dibacakannya. Bahkan, ia diundang untuk percaya akan kehadiran Allah sepanjang Perayaan Misa Kudus. Dari kesadaran ini diharapkan lektor mampu melaksanakan tugas pembacaan Sabda Allah sebagai sarana mengekspresikan imannya. Karena itu lektor diharapkan mampu menjadi pribadi yang selalu haus akan Sabda Tuhan dan siap menghidupi kebenaran Kitab Suci. Ia diundang untuk terbuka dan mau dijiwai oleh Sabda Tuhan agar dirinya selalu gembira dan berani menampilkan kesaksian hidup. Dari lektor diharapkan muncul sikap-sikap pokok seperti disiplin, hormat dan taat pada Sabda Tuhan.

Didukung oleh pemahaman biblis dan ketrampilan teknisnya, penghayatan rohani lektor harus mampu menghadirkan Allah yang sedang bersabda. Melalui suaranya, lektor hendaklah mampu menampilkan Roh Allah yang tersembunyi di balik kata-kata Kitab Suci yang penuh daya. Lektor dipanggil untuk mampu menghadirkan kembali karya keselamatan Allah dalam sejarah manusia sebagaimana terlukis indah dalam seluruh teks Kitab Suci. Melalui gema suaranya, lektor diharapkan dapat mengaktualkan kekuatan Sabda Tuhan yang menghibur dan meneguhkan, menggembirakan dan menghidupkan, memberi berkat dan menyelamatkan. Lektor diharap mampu menghadirkan kehendak Allah sendiri yang senantiasa ingin membangun, menjaga, merawat dan menyempurnakan jemaat Kristus hingga menjadi Yerusalem surgawi. Di sisi lain, hendaklah lektor menggunakan kemampuannya dengan optimal agar segenap jemaat mampu menangkap pewahyuan dan buah-buah rahmat Tuhan dalam Sabda yang dibacakannya. Bahkan, melalui suaranya lektor diharapkan dapat mengantar jemaat ke dalam perjumpaan dengan Allah sendiri dan semakin masuk ke dalam persekutuan dengan-Nya.

Tugas lektor oleh karena itu sungguh sangat luhur. Lektor adalah utusan, duta Tuhan untuk menyampaikan Sabda-Nya dalam liturgi Gereja. Untuk itu, para lektor dipilih dari antara jemaat untuk diberi kepercayaan dan kemudian dilantik untuk tugas pelayanan pembacaan Sabda Allah. Lektor dipilih untuk menyampaikan Sabda Allah sebagaimana Allah sendiri ingin menyampaikannya. Bagaikan nabi, lektor adalah penyambung lidah Tuhan, komunikator dan juru bicara Tuhan. Hendaklah lektor menyediakan dirinya sebagai alat bagi Tuhan untuk menyampaikan Sabda-Nya. Hendaklah lektor membiarkan Allah hidup di dalam gema suaranya dan menyediakan diri penuh ketaatan untuk selalu digerakkan oleh daya Roh Kudus. Adalah bantuan khas lektor untuk membantu jemaat menangkap pesan Tuhan seperti yang dikehendaki-Nya. Tidak kurang. Tidak lebih.

Tugas Lektor

Lektor dilantik untuk mewartakan bagi jemaat bacaan-bacaan dari Alkitab, kecuali Injil (PUMR 99), yakni Bacaan I atau II, atau bahkan - bila tidak ada petugas lain, juga kedua bacaan yang ada.
Lektor, bila tak ada pemazmur, boleh membawakan mazmur tanggapan (PUMR 99) setelah saat hening yang menyusul Bacaan I (PUMR 196).
Lektor, jika tidak ada diakon, boleh juga membawakan doa-doa umat setelah lebih dahulu dibuka imam (PUMR 197).
Lektor, jika tak ada lagu pembuka dan nyanyian komuni, boleh membawakan antifon pembuka dan antifon komuni yang terdapat dalam Misale kecuali kalau antifon-antifon itu didaraskan oleh jemaat atau imam (PUMR 48,87, 198).
Tugas lektor istimewa, sebab meskipun pada saat bertugas ada pelayan tertahbis, tugas itu harus dijalankannya sendiri (PUMR 99) sesuai kebiasaan tradisi (PUMR 59). Meski dalam kasus lektor tidak hadir, imam atau bahkan umat comotan, dapat mengambil alih tugas pembacaan sebelum Injil (ibid.), tugas lektor tetap memiliki kehormatan tersendiri untuk selalu dipenuhi sesuai martabatnya.

Tata Gerak Pelaksanaan Tugas Lektor (Lih PUMR 194 - 195)

Dalam prosesi menuju altar (dianjurkan terutama untuk misa hari-hari raya); bila tidak ada diakon, lektor - dengan mengambil posisi di depan imam selebran / konselebran (PUMR 120), dapat membawa Evangeliarium (Kitab Injil yang khusus memuat teks yang dipakai sepanjang tahun kalender liturgi; hindari membawa lembar teks misa!) dengan sedikit mengangkatnya di depan dada dan cover depan menghadap ke depan. Jika tidak membawa Evangeliarium, lektor berjalan dalam deret para pelayan lain (PUMR 195). Saat tiba di depan altar (di bawah panti imam), ketika rombongan prosesi lain berlutut, lektor membungkuk khidmat, kemudian berdiri bersama dan membawa Evangeliarium langsung ke altar serta meletakkannya di atasnya (baik bila ada book stand yang layak) lalu berbalik berjalan bersamaan dengan petugas-petugas lain menuju tempat duduk yang telah disediakan khusus (dianjurkan di antara umat di deret terdepan, dan tidak di wilayah panti imam).

Segera setelah imam selebran menyelesaikan Doa Pembuka, lektor berdiri dari tempat duduknya, berjalan menuju panti imam, berhenti dan berlutut sejenak (cukup 3 detik) di depari altar pusat, berdiri (tanpa tunduk lagi) lalu berjalan menuju mimbar baca atau ambo tanpa perlu menundukkan kepala ke arah imam selebran duduk. Berlutut di depan altar pusat dapat diganti dengan menundukkan kepala jika di belakang altar pusat tidak terdapat tabernakel (yang berisi tubuh Kristus).

Sambil berdiri tegak (tak satu pun kaki dimainkan, ditekuk atau jinjit sekali pun) segera lakukan persiapan kilat:
1. buka Lectionarium tepat pada halaman yang akan dibaca (pastikan sudah ditandai sebelumnya entah dengan pita atau pembatas lain),
2. pastikan microphone pada posisi on dan level ketinggiannya sesuai,
3. letakkan kedua tangan di atas-pinggir buku Lectionarium (untuk memastikan lembar halaman tidak terbalik tertiup udara mengalir; dan bila diperlukan, dalam posisi ini salah satu tangan dapat berfungsi untuk membantu mata mengikuti proses pembacaan).

Awalilah membaca dengan rumusan, �Bacaan diambil dari �.� (tanpa menyebut rubrik, bab maupun ayatnya) dan setelah jeda sejenak (cukup 3 detik) lanjutkan membaca teks keseluruhan. Kata-kata �Bacaan Pertama� atau �Bacaan Kedua� tidak perlu dibaca juga, sebab itu hanya judul, berkedudukan sama seperti Doa Pembuka, Doa Syukur Agung, Komuni dsb.[7] Akhiri dengan rumusan, �Demikianlah sabda Tuhan� setelah lebih dahulu memberi waktu jeda 3 detik pada akhir teks.

Setelah selesai pembacaan Sabda Allah, lektor berjalan menuju depan altar, berhenti dan berlutut khidmat (3 detik) menghadap altar pusat lalu berdiri berbalik berjalan menuju tempat duduk semula.

Persiapan Tugas

Jauh hari memastikan diri telah mengetahui teks bacaan yang akan dibawakan (dapat melalui kalendarium liturgi).
Bacalah teks yang akan dibawakan, upayakan memahami dengan baik pesannya.
Pahami jenis teksnya, analisa dan urailah strukturnya, buatlah penuntun penggalan frasa baca, buatlah juga ragam tanda baca.
Menyediakan waktu untuk berlatih membaca berulangkali hingga sebaik mungkin dan dengan cara-cara kreatif (di depan cermin, direkam untuk kemudian didengar ulang, di depan orang lain atau suatu tim agar mendapat masukan dan kritik).
Selain latihan pribadi serupa itu, baik pula jika diagendakan latihan bersama lektor lain. Ketua tim liturgi paroki, atau yang diserahi tanggung jawab melatih, bisa ikut hadir menyaksikan dan turut memberi masukan dan bimbingan.
Baik bila membiasakan diri untuk melatih diri on the spot, bagaikan suatu gladhi bersih, pada saat menjelang tugas.

Pelaksanan Tugas

Biasakan diri datang bertugas minim 30 menit sebelum misa dimulai - terutama bila mengikuti prosesi, agar cukup waktu untuk berganti busana (mungkin), menenangkan diri dan berdoa batin.

Bila tidak mengikuti prosesi dan tidak memakai busana liturgis, pastikan busana yang dikenakan sungguh layak dan pantas [8] untuk tujuan peribadatan suci, terutama lektor wanita yang kadang agak complicated dalam urusan ini.

Bila duduk dan tidak membawa sendiri Lectionarium, pastikan lebih dahulu pada saat Misa belum dimulai bahwa di atas mimbar Sabda sudah ada Lectionarium dimaksud dan bahwa teks yang akan dibaca telah diberi tanda pembatas. Saat itu juga, meski bukan tugas lektor, pastikan pula bahwa microphone berada dalam keadaan siap.

Saat berjalan menuju mimbar, jika membawa Lectionarium, hayatilah bahwa anda sedang memegang ayat-ayat suci, kitab yang mengandung Sabda Tuhan sendiri. Sadarilah bahwa anda sedang berdiri di panti imam, sangat dekat dengan tabernakel tempat Allah yang kudus bertahta.

Saat membacakan Sabda Tuhan adalah saat ketika segenap kemampuan teknis, penguasaan alat dan suasana, pengalaman dan penghayatan terbaik (yang telah dilatih sebelumnya) anda buktikan.

Selama membaca hendaklah menjaga bahasa tubuh terjaga penuh kewibawaan, mengatur irama nafas yang dalam dan halus, dan membangun suara komunikatif tanpa kehilangan warna magis.

Evaluasi Tugas

Baik bila lektor membiasakan diri untuk mengadakan evaluasi pasca pelaksanaan tugas, baik secara jujur lewat introspeksi diri maupun melalui input atau kritik dari orang lain atau tim liturgi. Bergunalah untuk menggunakan jasa evaluasi tersebut bagi kepentingan diri meningkatkan kualitas baca.

Bahkan, demi membangun budaya kualitas tersebut, baik bila tim liturgi paroki secara rutin menggelar lomba lektor dengan para pemenang diberi hadiah tugas baca dalam misa-misa hari raya besar seperti Paska dan Natal, atau misa-misa penting lainnya. Bila kebiasaan ini dijaga rutin, bukan tidak mungkin membaca Sabda Allah akan dihargai sebagai tugas terhormat.

Baik jika di bawah koordinasi tim liturgi paroki, para lektor secara periodik diajak untuk berkumpul sebagai satu komunitas. Pertemuan ini dapat digunakan untuk sekedar berbagi pengalaman atau pun untuk tujuan yang lebih spesifik seperti pembekalan, pembinaan, latihan bersama, doa bersama dsb.

Baik juga bila komunitas lektor dalam suatu paroki diberi kesempatan, sekurangnya sekali setahun, untuk memperoleh penyegaran rohani entah melalui rekoleksi maupun retret.

Footnotes:

1 �Roh Tuhan ada pada-Ku / oleh sebab la telah mengurapi Aku / untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin / dan la telah mengutus Aku / untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan / dan penglihatan bagi orang-orang buta / untuk membebaskan orang-orang yang tertindas / untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.�
2 I Apol., xix, 1.
3 Denzinger, Enchiridion, n. 45.
4 "Gesta apud Zenophilium" dalam Optatus of Mileve, apendiks edisi Vienna dari "Corp. Script. Eccl. Lat.", XXVI, 185-197.
5 Denzinger, op. cit. n. 156.
6 Lih. Inaestimabile Donum, 18.
7 Lih. Lakukanlah Ini, Sekitar Misa Kita, C.H. Suryanugraha, hal. 50.
8 Sekedar tips bagi lektor putri. Untuk pakaian, hindari pemakaian tank top, T-shirt / blouse tanpa lengan (u can see), berdada rendah atau pun ketat model pressed body, atasan off shoulder (bahu terbuka), rok di atas lutut dan celana panjang yang terlalu hipster. Untuk busana, hindari juga jenis kain tipis semrawang serta model dan warna mencolok. Untuk alas kaki, hindari sepatu berhak terlalu tinggi dan berbahan rawan licin. Hindari pula pemakaian kosmetik dan asesoris berlebihan. Jangan menginginkan anda lebih menarik dari Sabda Tuhan sendiri.

* P. Dicky Rukmanto, Pr adalah Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Surabaya

Sumber: http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id555.htm

Recent Post